Photo: Usai Memperingati Women Day Di Asrama Yahukimo Condet Jakarta Timur Sabtu 08/03/2025
Salah satu isu yang dibahas adalah anggapan bahwa perempuan
Papua hanya memiliki peran domestik, tanpa kesempatan untuk berkembang. Namun,
semakin banyak perempuan yang berani melawan stigma ini dan menunjukkan bahwa
mereka memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk berkarya dan berkontribusi
dalam berbagai bidang.
Media sosial juga menjadi sorotan dalam diskusi ini,
terutama dalam membentuk opini negatif tentang perempuan. Salah satu narasi
yang kerap muncul adalah pandangan bahwa "perempuan akan kehilangan
kehormatan jika sudah tidak perawan." Peserta diskusi menilai pernyataan
semacam ini tidak hanya keliru, tetapi juga dapat merusak kepercayaan diri
perempuan. Oleh karena itu, mereka menyerukan perlunya melawan narasi negatif
ini dengan edukasi dan teguran yang konstruktif.
Sikap diskriminatif terhadap perempuan juga terlihat dalam
berbagai komentar di media sosial, termasuk dalam merespons karakter Moana.
Beberapa pria Papua menggunakan film ini untuk merendahkan perempuan dengan
komentar seperti "Ko Moana atau Mau hamil?" yang jelas menunjukkan
bias gender. Para peserta diskusi menegaskan bahwa komentar seperti ini tidak
dapat diterima dan perlu dilawan dengan kesadaran akan pentingnya menghormati
perempuan.
Selain itu, isu tentang ekspresi diri perempuan juga
menjadi pembahasan penting. Perempuan sering kali dinilai negatif jika
berpenampilan modis atau bergaya, sementara laki-laki tidak menghadapi stigma
serupa. Diskusi ini menegaskan bahwa kebebasan berekspresi adalah hak semua
orang, baik perempuan maupun laki-laki.
Dalam pertemuan tersebut, para peserta juga mengingatkan
bahwa perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan hanya terbatas pada
tiga hal: melahirkan, menyusui, dan menstruasi. Selebihnya, perempuan dan
laki-laki memiliki hak yang sama dalam pekerjaan, pendidikan, dan kesempatan
lainnya. Oleh karena itu, kesetaraan gender harus terus
diperjuangkan.
Di sisi lain, masih ada tantangan dari dalam komunitas
perempuan sendiri, yaitu kurangnya pengakuan dan dukungan terhadap keberhasilan
perempuan lain. Para peserta menekankan pentingnya solidaritas antarperempuan
untuk saling mendukung dan mengangkat satu sama lain dalam berbagai aspek
kehidupan.
Terakhir, diskusi juga membahas budaya yang masih
mengutamakan anak laki-laki sebagai penerus keluarga. Padahal, setiap individu,
baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi dan kesempatan yang sama
untuk sukses.
Peringatan Hari Perempuan Sedunia tahun ini menjadi
momentum penting bagi perempuan Papua untuk bersuara, menegaskan hak-hak
mereka, dan melawan ketidakadilan yang masih terjadi. Mereka berharap, melalui
diskusi dan edukasi, masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesetaraan gender
dan penghormatan terhadap hak-hak perempuan.