“Hilang Hanya Sebentar”
Hening malam
menyimpan desir angin,
membawa wangi tanah basah dari kejauhan,
seperti bisik kampung di pelupuk mata,
memanggilku pulang dalam diam yang mesra.
Langit kota tak
pernah seramah senja di beranda,
di mana ibu menanak rindu di atas tungku cerita,
dan ayah menorehkan petuah dalam hembus tembakau,
semuanya abadi… meski aku hanya bayang yang berlalu.
Aku tak pergi,
hanya hilang sebentar—
diseret waktu, disesatkan mimpi besar,
tapi jalan pulang masih kutandai diam-diam,
dengan doa yang kusematkan di setiap langkah.
Rumah itu—
yang lantainya merekam jejak masa kecilku,
yang dindingnya menyimpan gema tawa
dan tangis pertama—
masih kutemui dalam tiap sunyi malamku.
Ma…,
aku akan pulang…
dengan rindu yang tumbuh seperti ilalang di ladang musim kemarau—
liar, tapi tak pernah mati.