Pemilu Indonesia Di Papua Mencari Legitimasi Orang Papua Atas Kedaulatan dan memperpanjang penjajahan di Papua.

Oleh, Nesta Ones Suhuniap.

Pemilu Indonesia Di Papua demokrasi palsu, demokrasi tidak mendidik etika demokrasi moralitas orang Papua.

Orang Papua tidak cocok dengan sistem demokrasi liberal produk kapitalis.

Pemilu Indonesia di Papua hanya cari legitimasi eksistensi dan kedaulatan kolonialisme merekrut Kade produktif jadi boneka oligarki dan pilar kolonialisme Indonesia.

Moyang orang Papua tidak pernah sepakati sama -sama konsep nation maupun state Indonesia dengan sistem demokrasi sedang dijalankan.

Orang Papua dipaksakan ikut terlibat dalam pemilu Indonesia berdasarkan aneksasi 1 Mei 1963 yang sesungguhnya ditugaskan sebagai pemerintahan wali digantikan posisi UNTEA untuk mendorong proses dekolonisasi dipersiapkan sebelumnya oleh Belanda.

Pelaksanaan pemilu di Papua sesungguhnya ilegal jika ditinjau dari juridiksi hukum atas legalitas Indonesia di Papua. 

Karena Pemerintah sementara Indonesia diberikan mandat hanya untuk mendorong pelaksanaan penentuan nasib sendiri berdasarkan amanat perjanjian New York Agreement 15 Agustus 1962 pasal XIII.

Tidak ada pengakuan secara formal legal oleh rakyat Papua sepenuhnya bahwa pemerintah Indonesia pemerintah resmi yang dibentuk oleh rakyat Papua.

Maka orang Papua memiliki hak demokrasi untuk tidak ikut terlibat dalam pemilu Indonesia di Papua, baik ikut terlibat sebagai peserta pemilu maupun sebagai rakyat ikut partisipasi memilih calon presiden DPRI maupun DPRD kabupaten kota di Papua.

Karena pada dasarnya keberadaan Indonesia tidak memiliki legalitas hukum kekuasaannya di Papua.

Pemilu salah satu strategi untuk mempertahankan kedaulatan di Papua, ketika orang Papua ikut terlibat dalam pemilu melegitimasi Indonesia untuk tetap ada di Papua.

Itulah sebabnya Indonesia Mati Matian sukseskan pemilu di Papua di Papua agar menjadi peluru diplomasi di internasional.

Dimana Indonesia menggunakan hasil pemilu menyakinkan masyarakat internasional bahwa orang Papua ingin hidup bersama Indonesia.

Pelaksanaan harus sukses di Papua dangan orang Papua jadi peserta dalam pemilu menjadi target utama untuk memperkuat kedaulatan NKRI di Papua.

Apabila orang Papua tidak ikut terlibat baik menjadi peserta pemilu memperkuat kursi legislatif dan eksekutif legitimasi tidak ada mengancam kedaulatan Indonesia di Papua.

Dilihat dari populasi jumlah penduduk orang Papua tidak berpartisipasi sebagai sebagai pemlilu tidak mempengaruhi surara kedaulatan politik rakyat di nasional.

Suara orang Papua hanya 1, 500 jiwa sesungguhnya tidak diperhitungkan, yang jakarta pikirkan orang asli Papua menjadi peserta pemilu dan ikut mewarnai di kursi legislatif maupun eksekutif dari hasil pesta demokrasi itu menjadi legitimasi Indonesia di Papua.

Karena mereka itu mewakili pemerintah Indonesia memperkuat sistem kolonialisme Indonesia di Papua.

Kelompok Borjuis lokal dalam birokrasi kolonial inilah yang memperpanjang sistem penjajahan ini tetap ada di Papua.

Borjuis hari ini berlomba jadi caleg DPR RI DRP dan DPRK ini juga menjadi pilar utama jembatan bagi kapitalis dan oligarki nasional bahkan investasi di Papua.

Mereka borjuis akan menjadi pintu masuk Investasi ekonomi di Papua setelah pemilu usai.

Karena setelah pemilu nasional pemilihan presiden dan DPR selanjutnya pemilihan gubernur di 6 provinsi di Papua baik 2 provinsi lama dan 4 provinsi baru produk dari otonomi khusus jilid II.

Setelah pemilihan gubernur definitif undang -undang omnimbus men law akan berjalan normal investasi di Papua dalam skala besar melalui perusahaan nasional maupun multinasional milik oligarki Imperalisme global.

Untuk menghadapi proses dari rakyat Papua undang -undang RKUHP yang baru diperlakukan agar tidak kritik dari rakyat Papua. 

Karena program strategis Jokowi tetang hilirisasi dan industrialisasi sekotor produksi mulai membangun infrastruktur Mega proyek seperti smelter di kersik Jawa Timur.

Tujuan membangun infrastruktur industrialalisasi ini untuk mengelola bahan mentah dari sumber alam dari Papua bisa dikelolanya menjadi bahan jadi untuk dipasarkan dalam rangka untuk meningkatkan anggaran nasional.

Targetnya pembangunan industrialisasi ini berhasil dibangun dan bahan diporduksi dipasarkan menjadi bahan jadi dipasarkan mendongkrak elektabilitas ekonomi Indonesia di kaca dunia internasional.

Dengan demikian Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju dengan target tahun pada 2045 perayaan 100 tahun Indonesia merdeka.

Maaf Saya tidak sepenuhnya paham kata yang tepat dalam istilah ekonomi tetapi initinya Indonesia menargetkan tahun 2045 Indonesia emas menjadi negara diperhitungkan di Asia tenggara maupun Asia Pasifik. 

Dari sini kita simpulkan bahwa tujuan pertama pemilu harus sukses di Papua untuk mencari legitimasi kedaulatan NKRI di Papua agar target Indonesia bisa dijawab melalui investasi di Papua. 

Tujuan kedua pemilu Indonesia untuk memperkuat kedaulatan melalui melalui Pemilu dengan orang Papua bisa diberikan jabatan DPR Gubernur dan DPR RI bukti legitimasi orang Papua memperpanjang dan mempertahankan kedaulatan di Papua.

Apabila orang Papua sadar tidak perlu memperkuat sistem yang menindas sistem yang membunuh dan sistem memperktekan rasisme serta kekerasan berbasis rasis Terhadap orang Papua selama 61 tahun lamanya.

Namun karena negara dengan hegemoni mampu menciptakan hidup ketergantungan pada sistem Indonesia sehingga orang Papua memperkuat sistem yang menindas rakyat Papua.

Seharusnya orang Papua harus ada kesadaran melihat semua kekerasan negara dan Pembunuhan Secara sistematis dan terstruktur kekerasan militer barbasis rasisis terus terjadi di Papua.

Satu pelajaran-pelajaran berharga itu rasisme 2019 dan dikriminalisasi penegakkan hukum terhadap Lukas Enembe hingga meninggal ini menjadi refleksi untuk meninggalkan sistem kolonial.

Tetapi orang Papua kini jadi peserta pemilu memperkuat sistem Indonesia melalui pemilu 2024, dimana di sepanjang jalan pondok Natal ganti dengan baliho caleg DPR di sepanjang jalan di Papua.

Dari lihat dinamika seperti ini saya berpendapat bahwa orang Indonesia maaf bukan semua tetapi kelompok pundaketalis Indonesia sebut orang Papua monyet pantas. Karena fisiknya manusia tetapi mentalitas dan karakter budak. 

Karakter sama dengan sebangsa bintang walaupun ditindas tapi masih saja ingin memperkuat sistem sistem yang rasisis.

Bahkan kesetiaan orang Papua memperkuat sistem Indonesia sikap apatisme ditujukan sama dengan bintang.

Kesetiaan orang Papua menjilat sama seperti anjing paling setia pada tuannya, bahkan sama dengan ikan paling bodoh makan umpan yang didalamnya ada mata kael. Maaf jika ada tersinggung tetapi sikap ini ditujukan oleh orang Papua hari ini.

Orang Papua layaknya itu disebut anjing bukan monyat, tapi pantas juga disebut monyet sikap apatisme yang ditujukan sama dengan bangsa bintang.

Tetapi sifat orang Papua umumnya seperti anjing sehingga layak disebut anjing sangat tepat.

Jadi sekarang orang tidak perlu marah jika disebut monyet ataupun anjing, karena begitu faktanya.

Sebab rasisme sangat kejam itu bukan ungkapan di sebut monyet, atau nama hewan lainnya sebab sebutan tersebut sama halnya kita marah di dalam keluarga sebut anjing atau babi.

Rasisme yang sangat kejam itu prasangka rasisme berdampak, diskriminasi, sentimen subyektif terus dipelihara.

Hal sangat kejam adalah Praktek rasialisme secara sistematis dan terstruktur akan terus terjadi terhadap bangsa terjajah selama kolonialisme masih ada.

Karena praktek rasialisme adalah roh dan ideologi kolonialisme tidak dapat dipisahkan, sekarang orang Papua berlomba lomba memperkuat sistem yang rasisis tersebut melalui pemilu.

Sebab bangsa penjajah itu selamanya merasa diri bangsa superior sementara bangsa terjajah dipandang manusia inferior akan menghadapi rasisme.

Saya menulis ini bukan melarang hak demokrasi setiap orang menentukan nasibnya sendiri saya tidak bermaksud malarang atau menghasut dan memprovokasi tetapi ini bagian dari tanggung jawab moral sebagai orang Papua.

Selain itu ini sikap saya sebagai seorang aktivis menjadi bahan refleksi buat semua orang pejuang di Papua.

 Bagaimana sikap kita tunjukkan kepada individu sebagai bentuk protes tetapi juga sikap kita menolak sistem yang menindas.

Orang Papua merdeka atau tidak tergantung orang sikap orang Papua sendiri.orang Papua Punah atau tidak ada di tangan orang Papua, karena yang mempertahankan penjajahan Indonesia, pertahankan Kapitalisme dan Imperalis orang Papua.

Orang Papua sendiri menginginkan penjajahan itu ada di Papua. Pilihan ada di tangan anda mau pertahankan Indonesia atau meninggalkan sistem Indonesia.

Homat saya 

Ones Suhuniap (Jubir Nasional KNPB)

Photo: Ones Suhuniap (Jubir Komite Nasional Papua Barat KNPB)

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama