Isu Hak Asasi Manusia Menjadi Senjata Ampuh Bagi Capres Untuk Meluluhkan Hati Rakyat Papua.

"Isu Hak Asasi Manusia, Menjadi Obat Manjur Bagi Para Penguasa".

Oleh, Sehen Sama.

Pendahuluan.

Pemilihan presiden merupakan salah satu momen penting dalam sistem pemerintahan demokratis, di mana warga negara memiliki hak untuk memilih pemimpin negara mereka. Proses ini tidak hanya mencerminkan esensi demokrasi, tetapi juga memiliki dampak besar terhadap arah dan kebijakan negara dalam beberapa tahun ke depan. Dalam setiap pemilihan presiden, para kandidat bersaing untuk memperoleh dukungan dan kepercayaan dari pemilih, dengan tujuan menjadi pemimpin tertinggi yang akan memimpin negara.

Pemilihan presiden umumnya melibatkan kampanye yang intensif, di mana kandidat berusaha untuk mengkomunikasikan visi, nilai-nilai, dan rencana kebijakan mereka kepada masyarakat. Pemilih memiliki tanggung jawab untuk memahami pandangan dan proposal dari setiap kandidat, serta menilai kualifikasi dan kapabilitas mereka untuk memimpin negara.

Dalam beberapa sistem politik, pemilihan presiden dapat melibatkan beberapa tahap, seperti pemilihan calon dalam partai politik, pemilihan umum, dan mungkin putaran kedua jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas suara pada putaran pertama. Proses ini menciptakan sebuah sistem yang lebih terbuka dan memberikan kesempatan kepada pemilih untuk memilih pemimpin yang mewakili nilai dan aspirasi mereka.

Pemilihan presiden juga dapat mencerminkan dinamika politik, sosial, dan ekonomi yang sedang berlangsung dalam suatu negara. Isu-isu kunci seperti ekonomi, keamanan, hak asasi manusia, lingkungan, dan keadilan sosial sering kali menjadi fokus perdebatan selama kampanye pemilihan. Keterlibatan pemilih dalam proses ini sangat penting, karena keputusan mereka akan membentuk masa depan negara dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka.

Dengan demikian, pemilihan presiden bukan hanya tentang memilih seorang individu untuk memegang jabatan tertinggi, tetapi juga merupakan refleksi dari nilai-nilai dan aspirasi masyarakat dalam membangun negara yang lebih baik. Dengan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, pemilihan presiden dapat menjadi landasan kuat bagi pemerintahan yang responsif dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan keinginan rakyat.

Masyarakat Papua Dalam Politik Indonesian.

Dalam pemilihan presiden Isu-isu kunci yang telah dibahas di atas menjadi satu senjata bagi para CAPRES untuk memikat hati Masyarakat akar rumput. Misalnya isu yang sering diutamakan dan  diangkat oleh para capres dan cawapres  di papua adalah tentang kemanusiaan (Human Rights) isu ini senjata paling ampuh untuk meluluhkan hati Masyarakat papua. Dimana secara realitas sejak 1961 sampai dengan saat ini Masyarakat papua diperhadapkan dengan berbagai persoalan politik. Terutama Hak Asasi Manusia (HAM) yang mana hal-hal tersebut mendarah daging di kalangan masyarakat. Dan Masyarakat sangat antusias Ketika capres menggunakan teori ham sebagai dasar untuk kampanye dan seolah meyakinkan rakyat bahwa, jika mereka terpilih sebagai pemimpin negara ini maka hal paling utama yang akan mereka perhatikan adalah terkait hak asasi manusia. Namu, ini hanyalah sebuah retorika tanpa substansi yang jelas. Lebih tepatnya menjadika isu pelanggaran ham untuk Kembali menindas rakyat yang notabenenya sudah di tindas sejak awal.

Lalu, hal ini menjadi sebuah kebiasaan bagi para penguasa dalam menjalankan taktik politik atas kepentingan pribadi. Contoh kasus, sekiranya ada 11 janji yang pernah pemerintah Indonesia menjanjikan terkait penyelesaian pelanggaran ham di papua namun, sampai hari ini belum terlaksana. Pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam dan jajarannya berjanji menyelesaikan 11 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua, termasuk kasus Biak Numfor 1998 dan peristiwa Paniai 2014. Tetapi ini hanya menjadi sebuah janji politis yang tumpul diatas tafsiran. Kemudian hal yang sama juga dijanjikan oleh joko widodo pada 2019 sebelum menjadi presiden. Bahwa, dirinya berjanji agar komisioner pinpinan PBB untuk berkunjung ke papua. Namun faktanya terbalik, di papua semua akses dibungkam oleh negara. akses  jurnalis asing maupun local sanagat tidak diperbolehkan untuk masuk, bahkan sekelas PBB sekalipun.

Sehingga, kelemahan orang papua hanay satu (HAM) siapapun yang akan gunakan isu pelanggaran ham untuk kampanye, pasti dia akan menagkan 95% suara rakyat papua untuk menduduki jabatan presiden. Karena dari ribuan kasus pelanggaran ham di papua. Masyarakat papua hanya membutuhkan satu yaitu, KEBEBASAN. Sehingga, keinginan untuk bebas Merdeka dari cengkraman colonial ini menghantarkan keniatan rakyat untuk memilih kandidat siapa yang akan menginformasihkan kampaye sesuai isi hati dan keinginan Masyarakat itulah yang akan mereka pilih dan Masyarakat akan anggap sebagai bapa papua dan lain sebagainya. Julukan itu juga yang sering digunakan oleh mama-mama papua terhadap Jokowi atas pendekatanya melalui kampanye yang juga meyakinkan Masyarakat terkait penyelesaian ham di papua.

Oleh sebab itu perlu kita pelajari bahwa, ada satu rumus yang digunakan oleh negara untuk menguasai dan melunturkan hati Masyarakat. Yaitu, pendekatan melalui isu-isu sensitif dan pendekatan kultural. Dimana kedua isu ini sangat berperan penting untuk melelehkan hati Masyarakat. Dalam isu sensitif misalnya negara gunakan isu penyelesaian pelanggaran ham dan kesejahteraan Masyarakat melalui janji politis guna membangun keyakinan baru bagi rakyat papua. Dan hal tersebut terlaksana sesuai harapan penguasa namun, tidak dengan kenyataan di papua. Masyarakat papua memberikan semua yang mereka miliki untuk orang pendatang yang baru mereka kenal percayai atas jani-janji mereka namun, pada kenyataanya Ketika Masyarakat menuntut hak mereka sesua janji yang telah capres berikan pada saat kampaye, suara mereka dibungkam dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mengatakan bahwa, kami telah bangun papua sambil menunjuka bukti fisik seperti jalan dan jembatam. Sebetulnya jalan dan jembatan juga tidak sepenuhnya digunakan oleh Masyarakat papua, hal tersebut tidak lain adalah sebenarnya untuk bahan kampaye agar Masyarakat luar melihatnya sebagai bukti kemjuan Indonesia dalam membangun papua. Namun, sebenarnya sebatas pencitraan untuk menutupi segala bentuk kejahatan dan penipuan negara di papua.

Kemudian, hal yang ke-Dua terkait pendekatan melalui kultural terhadap rakyat papua ini juga sering digunakan sebagai senjata dalam menjalankan kampayen politik agar Masyarakat merasa diterima Ketika menggunakan alat budaya atau menyerupai kebiasaan orang papua. Hal ini sering kali terjadi dan hanya digunakan Ketika ada maunya. Salah satunya Ketika menginginkan dukungan dari Masyarakat papua. Karena orang papua akan  merasa diterima Ketika orang lain menggunakan pakaian adatnya semisal noken, kalung, dan lain sebaainya dalam politik. Hal ini juga merujuk pada apropriasi budaya, dimana apropriasi budaya sendiri dikenal dengan menggunakan atribut budaya bangsa lain tanpa mengetahui lebih dalam terkait apa fungsi dan arti sesungguhnya mengenai barang yang mereka kenakan.

Karena praktek ini akan berpotensis merusak nama baik bangsa,suku, atau ras, Dalam hal ini bangsa papua. Lalu negara yang mengagungkan asas kebudayaan dan keadilan seharusnya jeli dalam melihat berbedaan dan menghormati budaya lain sebagai sesuatu yang unik. Namun, di lain sisi negara juga menggunakan praktek apropriasi untuk merendahkan nilai dari budaya setempat. Di papua sering terjadi hal seacam ini.

Pemilihan Sistem Noken.

Istilah “Sistem Noken”  adalah, system yang digunakan untuk pemilihan umum di papua bagian peggunungan. System ini dinamai dari noken yang adalah tas tradisional papua. Dimana noken ini sering digunakan untuk mengisi umbi, kayu bakar, dan lain sebagainya. System noken dalam pemilu ini penulis kenal sejak tahun 2009 an. Dimana sejak itu Masyarakat di yahukimo bagian suku Yali menggunakan system ini dan penulis menyaksikanya sendiri bagaimana proses pemungkutan suara dan lain sebagainya.

Sistem Noken yang selama ini diterapkan dipapua khususnya , mempunyai dampak yang akan mematikan sistem demokrasi dalam masyarakat dipapua Karena sistem Noken hanya diwakili oleh kepala suku,kepala adat untuk mewakili seluruh masyarakat di wilayah nya. Hal ini adalah bentuk dari penyalahgunaan merebut hak pilih dari setiap individu yang seharusnya bertindak sebagai individu yang sadar dan memilih berdasarkan pilihan politik nya masing-masing,tanpa ada perwakilan dari pihak lain. Supaya tidak terjadi potensi kecurangan yang dilakukan berbagai pihak yang berkepentingan untuk memuluskan maksud mereka.

Namun disini kita perlu garis bahwahi, yang perlu kita menyadari bersama adalah bukan tentang bagaimana satu dua orang memanfaatkan situasi ini atas kepentingan pribadi demi berjalanya roda politik Indonesia yang adalah penjajah, misalnya para kepala suku tadi. Tetapi, tulisan ini mengajak kita semua untuk melihat bagaimana nilai noken di injak-injak dan apa sebenarnya tujuan system noken ini diterapkan.

Nilai Noken Bagi Orang Papua.

Noken merupakan tas tradional yang dimiliki orang papua, orang papua bagian peggunungan sangat identik dengan noken sehingga, dimanapun mereka pergi akan selalu bawa noken. Noken juga sring digunakan untuk bayar mas kawin oleh lelaki. Kemudian tas tradisional ini banyak mengandung makna filosofi dan keunikannya di kalangan Masyarakat penggunungan papua. Sebenarnya noken ini tidak hanya dimiliki oleh orang papua bagian pegunungan namu, hamper seluruh tanah papua memilikinya namun dengan anyaman yang berbeda.

Jika dilihat dari proses pembuatan, filosofi, dan makna maka, tulisan ini akan mengarah pada “Apa Pentingnya Noken” namun disini penulis Batasi hanya pada “Nilai Noken Bagi Orang Papua”. Dengan melihat fungsi dan kegunaan diatas tentunya noken sangat penting bagi orang papua. Bahkan noken sendiri sudah dikenal di seluruh dunia Pada 2012 noken masuk di daftar warisan budaya UNESCO yang perlu dijaga kelestariannya. Sebab, pengetahuan dan kecakapan menciptakan noken dapat terancam jika tidak ada upaya melestarikannya.

Awalnya, noken dianggap sebuah benda yang remeh di mata orang. Namun, bagi Titus Pekei, tersimpan banyak makna atau nilai bagi masyarakat Papua. Misalnya, makna bahwa di Papua, kemahiran seorang perempuan merajut noken dianggap sebagai tanda kedewasaan. Fungsi noken bukan sekadar tas untuk membawa barang saja. Ada banyak nilai-nilai yang diajarkan nenek moyang Papua dari generasi ke generasi melalui noken.

Tujuan  Politik Sistem Noken.

Dengan melihat dinamika pemilihan siste noken, sebenarnya ada satu hal yang harus pelu rakyat papua pelajari. Dimana noken yang mempunyai nila tinggi ini seolah diinjak nilainya dan harganya oleh mereka yang tak paham tentang arti noken yang sesungguhnya. Kemudian hal ini juga kelemahan orang papua yang yang mana negara gunakanya sebagai kesempatan politik untuk manfaatkan kelemahan Masyarakat papua.

System noken sebenarnya tipu daya yang dimainkan oleh negara agar orang papua merasa diterima di republic ini. Dimana orang papua rentan untuk meneriman sesuatu yang baru dengan polos, apalagi budaya dan kebiasaan mereka dicampurkan dalam keramaian public seperti pemilihan, kampanye dan ifen lainya maka secara tidak langsung orang papua akan merasa diterima dan berkesimpulan bahwa, mereka yang engenakan atribut budaya adalah putra daerah atau berjiwa nasionalis untuk bangun papua.

Tetapi, itulah taktik yang dimainkan oleh Jakarta untuk  bagaimana caranya masuk dalam gemgaman orang papua agar gampang untuk merubah bahkan merusak ekstitensi kebudayaan dan kesatuan orang papua. Seperti yang dikatakan oleh Nelson Mandela bahwa, “If You Want Change system, You must joint the system” kalimat ini sangat bagus jika digunakan oleh orang papua sebagai senjata untuk melawan balik, tetapi negara sedang menggunakan kalimat ini sebagai senjata untuk menggulingkan orang papua saat ini.

Sehingga, di lain sisi negara merendahkan nilai noken yang seharusnya dijaga dan dilindungi oleh siapapun. Kemudian negara juga memainkan peran politiknya untuk mengelabui masyarakat papua melalu cela-cela kecil agar Masyarakat selalu merasa diri diterima dan mempertahankan republic yang sebenarnya menjajah dan mencekik leher bangsanya. Hal ini bukan hanya dirasakan oleh rakyat papua tetapi juga pernah dirasahkan oleh orang Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Kemudian praktek itu dilakukan juga oleh bangsa lain terhadapan wilayah yang inging mereka kuasa. Karena, pada dasarnya penjajah selalu gunakan pendekatan kultural untuk mendekati Masyarakat setempat seolah dirinya adalah malaikat yang diutus untuk menyelamatkan umat manusia namun, sebenarnya mereka adalah pembunuh, perampok, pencuri yang bermuka dua.

Kesimpulan.

Perlu kita pelajari bahwa, politik Indonesia di papua ini menganut system demokrasi liberal yang mana seharusnya  demokrasi liberal itu menggabungkan prinsip-prinsip demokrasi, seperti pengakuan hak asasi manusia, kemudian dengan prinsip-prinsip liberal mencakup kebebasan individu, hak-hak sipil, dan perlindungan hukum. Karena Dalam demokrasi liberal, pemerintahan yang demokratis dijalankan dengan memperhatikan dan melindungi hak-hak individu.

Tetapi semua ini hanya sebatas janji politis negara, negara membangun papua dengan dasar yang tidak benar. Penuh dengan tipu daya atas kepentingan colonial dan kapitalis asing, hal ini akan terus berlanjut Ketika Indonesia masih menjajah bangsa papua. oleh sebab itu untuk menembus dosa besar Indonesia atas bangsa tak bersalah (Papua) harus dengan cara yang demokratis. Seperti bunyi UUD 1945 bahwa sesungguhnya kemerdekaan ialah hal segalah bangsa Oleh sebab itu penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan, termasuk untuk orang papua dan bangsa papua.

 Referensi:

* Indonesia BBC

* kumparan.com/kumparannews/noken-tas-khas-papua-yang-mendunia

 

Photo: Ilustrasi Sejarah, Sejak 1961 rakyat papua dapat tipu. sumber photo: Sehend sama.

 


Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama