Didik Generasi muda Papua menjadi peluruh ampuh dan Kritis,
Oleh,Sehend sama.
pengantar.
Perjuangan tidak perna terlepas dari istilah “rekrutment” seperti
yang che guevara dan pejuang lainya yang telah lakukan terhadap anggota lainya
dalam mempersiapkan senjata untuk melawan penjajah.demikian pula mereka
melakukan regenerasi terhadap generasi selanjutnya untuk mempertahankan
ideologi yang sama yaitu memperjuangkan hak-hak rakyat demi menuju kebebasan
sejatai yaitu kemerdekaan.
Untuk rekkrut angota tak jarang mereka menjumpai tantangan dan aniaya
bahkan dihina dilabeli pemberontak,artikel ini mengungkapkan tentang tantangan
generasi yang harus kita ketahui bagaimana mereka berjuang dan mempertahankan
ideologi dalam menghadapi kondisi berat hingga mereka harus menjadi peluruh
ampuh.
Senjata yang ampuh lahir dari proses sejarah yang panjang dan sulit yang
penuh denga perjuangan.adakah bangsa yang maju tanpa perjuangan dan pengorbanan
yang melahirkan pahlawan? Kisah para martir adalah bagian dari sejarah
perjuangan yang harus diketahui oleh generasi siap tempur supapaya kita bisa
menghadapi perjuangan mereka dan menjadikanya teladan bagi kita
dalam menghadapi tantangan.
Definisi pahlawan.
Menurut definisi saat ini,seorang pahlawan adalah seorang yang mati
karena menperjuangkan kebenaran.sayangnya karena definisi ini kita kehilangan
arti yang sesungguhnya mengenai dunia pahlawan Santos Agustinus pernah berkata
bahwa “penyebablah,bukan penderitaan yang menjadikan seseorang menjadi pahlawan
yang sejati” palwan berarti seseorang yang mengingat,dan memiliki pengetahuan
tentang perjuangan dengan merenungkannya,serta yang dapat membagikan
kesaksian tentang makna perjuangan tersebut.secara literasi berarti seorang
“saksi”
Apa itu senjata?
Senjata bagi orang papua adalah alat untuk mempertahankan diri
melindungi dan alat berburuh yang ampuh,senjata juga sering
digunakan dalam hal perperangan.akan tetapi disini kami akan bahas “generasi
sebagai senjata dari sisi perjuangan” generasi 90an-generasi
2022 terdapat banyak perbedaan dimana hal itu membuat generasi
seolah-olah terikat dalam doktrin budaya dll.tetapi generasi 2020 sampai 2022
adalaha kita sebut “generasi situasional” generasi situasional ini lahir
daripada kesadaran akan realitas yang mereka hadapi,seperti
ketidakadilan,pembunuhan,perampasan,operasi militer,hal-hal ini membuat
generasi ini sadar bahwa apa yang dilakukan penjajah atas tanahnya adalah hal
yang salah dan harus di lawan maka jangan heran ketika banayak anak muda papua
yang ketika lulus dari pendidikan SMA.lalu meraih kelilusanya dengan mewarnai
seragam putih abuh-abu menjadi bintang kejora.hal ini boleh dianggap sebagai
hal sepeleh tetapi sebenarnya mereka memperlihatkan isi hati.
Generasi situasonal ini sangat sulit bagi penjajah untuk mendoktrin,ada
perbagai cara yang dilakukan negara untuk mengindonesiakan generasi muda papua
seperti ADEM & ADIK ini yang telah siapkan oleh pemerintah tujuanya demi
mengindonesiakan anak muda papua dengan kalimat yang meringankan biaya orang
tua atau beasiswa,tetapi tujuan mereka tidak sesuai dengan ucapan.karena
realiasnya adalah anak murid yang di kirim ke se-jawa bali ini, terutama
diterima oleh TNI dan memberikan bekalan materi kenegaraan dan lainya untuk
mendoktrik agar tertanam dalam benak mereka,akan tetapi generasi situasinal
adalah generasi malas tau sehingga mereka bisa membedahkan mana yang harus
mereka terima sebagai teori dan mana yang datang untuk mendoktrin.kareana
sebelumnya di papua mereka tau siapa penjahat dan siapa pelayan jadi walaupun
ada banyak orang yang datang dengan perbagai pendekatan untuk mendidik anak
muda papua tetapi ilmu yang diberikan tak akan penah diterima oleh anak muda
papua,kecuali orang yang memang benar-benar datang untuk melayani kerena
panggilan hati.
Tujuan mempersiapkan senjta.
Generasi muda papua adalah senajata, senta yang harus disiapkan dengan
cara yang benar dan bermartabat.dalam hal perjuangan membutuhkan kekuatan yang
besar kekuatan yang sadar tentang dinamika yang dihadipi oleh rakyat.dan
generasi muda papua adalah senjata yang tepat untuk harus dididik
dengan cara yang benar karena"Tugas pertama seorang revolusioner adalah dididik." Che maka kesadaran yang berpotensi ini
harus dibangun dengan cara yang tepat.salah satu cara adalah dengan membangun
literasi di setiap kabupaten kota di papua dengan ini generasi akan dipandang
sebagai tolak ukur untuk merubah bangsa yang hari ini terikat dalam sistem
kolonialisme ini.seperti pepatah kata lama yang mengatakan bahwa “Buah
jatuh tak jauh dari pohonya” maka dari itu harus didik generasi
situasional ini oleh mentor yang telah lama merasakan situasi kolonialisme dan
dinamika kehidupan yang telah diubah oleh sistem negara ini.karena generasi
membutuhkan pengalaman,dan pengalaman dalam perjuangan itu harus terapkan
kepada generasi papua untuk mempertahankan Tanah Air west papua dari cengkraman
kolonial.
Kehidupan orang papua dan gerakan prodem di zaman ini dipukul mundur
oleh sistem,dimana sistem itu menjadi power yang menguasa dan membungkam suara
rakyat papua sehingga perbagai gerakan dilemah. Dan sebelum berbicara mengenai
gerakan generasi muda papua kita akan belajar dari salah satu film sebagai
contoh dampak positif dan negatif dalam memperjuangkan dan menggerakan generasi
sebagai senjata ampuh.
Sinopsis film Beasts of No Nation.
Beasts of No Nation adalah film drama perang
yang menjadi original film Netflix pertama dan dirilis pada 16
Oktober 2015. Berdasarkan novel karya Uzodinma Iweala yang terbit pada tahun
2005, sutradara sekaligus penulis naskah Cary Joji Fukunaga berusaha tetap
setia dengan plot cerita dalam novelnya dan menerjemahkannya dengan kekuatan
sinematografi yang indah sekaligus mencekam.
Pertama kali ditayangkan di Venice International Film Festival dimana
Abraham Attah yang berperan sebagai Agu mendapat penghargaan Marcello
Mastroiani Award, kemudian film ini juga ditayangkan di Toronto International
Film Festival sebelum akhirnya hak tayangnya dibeli oleh Netflix sebesar $12
juta dan dirilis streaming dalam skala internasional.
Bertebaran informasi jika film ini menampilkan kekejaman perang secara
eksplisit. Apakah benar? Simak review dari film yang berlokasi
syuting di Ghana ini.
Perang saudara pecah di sebuah negara di kawasan Afrika Barat. Seorang
bocah bernama Agu hidup di wilayah netral antara daerah yang dikuasai oleh
pemberontak dan daerah dibawah pemerintahan resmi, dimana wilayah ini dijaga
oleh pasukan dari PBB dan ECOMOG (sebuah otoritas ekonomi di kawasan Afrika
Barat).
Diberitakan bahwa pemerintahan berhasil digulingkan dan sekarang
kekuasaan dipegang oleh pihak pemberontak. Seketika daerah itu ricuh dimana
banyak warganya memilih mengungsi, bahkan ayah Agu sampai membayar mahal kepada
pemilik mobil supaya mau membawa istri dan anak bungsunya keluar dari daerah
itu. Sementara Agu, ayahnya dan kakaknya tetap tinggal disana.
Pasukan pemberontak dan militer pemerintah baku-tembak di daerah itu.
Militer pemerintah berhasil memukul mundur para pemberontak dan mengumpulkan
orang-orang yang mereka temui. Setelah mendapat penjelasan dari seorang wanita
gila, seluruh orang termasuk ayah Agu ditembak mati, sementara Agu dan
kakaknya, yang kemudian tewas di jalan, melarikan diri ke hutan.
Setelah beberapa hari di hutan dan memakan daun-daunan, Agu terjebak
dalam pertempuran kecil. Ditangkap oleh pihak gerilyawan pemberontak bernama
Native Defense Forces (NDF), Agu direkrut untuk dijadikan tentara. Kelompok
pemberontak ini mayoritas terdiri dari kaum muda, bahkan beberapa diantaranya
masih bocah seusia dengan Agu, salah satunya menjadi teman akrabnya, Strika.
Setelah melalui latihan yang keras dan berat, Agu dan tentara baru
lainnya diberi mantra oleh dukun mereka dan mulai diajak turun ke medan tempur.
Dalam penyergapan di jembatan, Sang Komandan meminta Agu untuk memenggal kepala
tawanan mereka. Bersama Strika, dia menyelesaikan tugas itu dan kemudian
diangkat menjadi penjaga utama Sang Komandan.
Serangan demi serangan mereka lakukan di daerah-daerah dimana kemenangan
selalu berada di pihak mereka, memunculkan euphoria tentang masa
depan bangsa yang cerah. Kedekatan Agu dengan Sang Komandan pun semakin erat,
hingga di suatu malam Sang Komandan memperkosa Agu yang menghancurkan semangat
dan merobek kemurnian hatinya.
Untuk menghilangkan ingatan akan kejadian itu, Agu melanjutkan
pertempuran demi pertempuran dengan membabi-buta, bahkan dia sudah berani
menembak mati seorang wanita di kepala dengan cara yang dingin. Dengan
banyaknya kemenangan yang diraih oleh pasukan ini, membuat mereka diundang
untuk bertemu pimpinan tertinggi mereka, Dada Goodblood.
Di pertemuan itu, Goodblood memindahkan pangkat komandan kepada Two-I-C
dan memposisikan Sang Komandan sebagai staf di bawah komandan baru. Sang
Komandan sebenarnya tidak terima karena penurunan pangkat ini dianggap telah
menghinanya. Dia pun keluar dan mengajak pasukannya untuk berpesta di rumah
bordil.
Saat masing-masing sibuk dengan urusannya disana, tiba-tiba Two-I-C
tertembak oleh salah satu wanita disana secara tidak sengaja, tapi Two-I-C
menuduh ini adalah rencana Sang Komandan. Agu kemudian mengejar wanita itu dan
menembaknya, lalu mereka pergi meninggalkan kota.
Pasukan ini menjadi kejaran rekan dan juga musuh mereka. Serangan demi
serangan mengurangi jumlah pasukan dan mereka harus bersembunyi di sebuah
tambang emas selama berbulan-bulan dengan persediaan makanan dan peluru yang
semakin menipis. Tidak betah dengan keadaan ini, Preacher mengajak rekan-rekannya
untuk pergi meninggalkan Sang Komandan.
Dalam perjalanan menuju kota, mereka bertemu pasukan PBB dan menyerahkan
diri. Anggota pasukan yang masih kecil dipisahkan dan ditempatkan di sekolah
yang berlokasi di daerah yang aman dari perang. Agu mengucilkan diri dari murid
lain, dan ketika ditanya oleh pihak konseling dia berujar bahwa dia merasa
layaknya “monster” dengan pengalaman perang yang telah dijalaninya.
Nama Cary Joji Fukunaga sebagai sutradara, penulis naskah dan
sinematografer, memang membawa aura tersendiri dalam film-film besutannya yang
membuatnya menjadi salah satu sineas yang diperhitungkan di perfilman dunia
meski baru menggarap tiga buah film saja, tapi semuanya memiliki kualitas di
atas rata-rata dan memiliki ciri khas sinematografi selayak puisi.
Senada dengan film Beasts of No Nation ini, dimana Fukunaga
menampilkan cerita yang dalam dan puitis, dibalut sinematografi yang indah
sekaligus mencekam dan performa para pemerannya yang sangat baik. Layaknya
proyek ambisius baginya, dimana dia bertindak sebagai sutradara, penulis naskah
dan sinematografer, membuktikan kehandalannya dalam menerjemahkan esensi novel
ke dalam film.
Secara penceritaan, naskah film dengan durasi 2 jam 17 menit ini
memiliki pondasi cerita yang kokoh meski hanya ditampilkan sekilas saja di awal
film yang dilanjutkan dengan kedalaman psikologis karakter Agu ditengah
ambiguitas visi dari pimpinannya, Sang Komandan. Perlahan tapi pasti, kita
dibawa hanyut dalam petualangan pedih dan brutal dari Agu.
Penceritaan yang baik ini kemudian dibalut dengan sinematografi yang
mampu menangkap semua aspek penting yang membantu menciptakan nuansa perang
psikologis juga perang secara fisik. Fukunaga tidak segan-segan menampilkan
kebrutalan Agu dan rekan-rekannya saat menyerang, bahkan ada satu adegan yang
diambil dengan teknik single continuous shot, selain permainan warna yang
bernuansa puitis.
Elemen terbaik lain dari film ini ialah kekuatan akting para pemerannya,
terutama Idris Elba dan Abraham Attah. Idris Elba yang berperan sebagai Sang
Komandan tampil kharismatik sekaligus berhati busuk, simpatik sekaligus
menyeramkan, lembut namun penuh kebencian. Rasanya memang hanya Elba saja yang
bisa memerankan karakter sekomplek ini.
Bagi para tentaranya, sosok Sang Komandan seperti ayah, guru, pelatih,
dan motivator bagi para bocah yang bertujuan ingin menciptakan para pejuang
tangguh untuk memerdekakan negaranya. Tapi nyatanya, dia justru menciptakan
para “monster” kecil yang tidak segan-segan membunuh, merampok, memperkosa dan
menyiksa semua yang mereka anggap musuh.
Begitupun dengan karakter Agu yang awalnya tampak selalu ceria, lalu
ketakutan saat pasukan pemerintah menuduh mereka sebagai pemberontak, hingga
tampil trengginas sebagai tentara pemberontak yang tidak takut mati, yang
kemudian diakhiri dengan pencarian akan kedamaian hati yang mulai ditemukannya
saat berada di sekolah.
Abraham Attah membawakan karakter ini dengan sangat meyakinkan, hingga
membuat kita terbawa dalam kisah perjalanan hidupnya yang keras dan pahit ini.
Meski Agu tidak segan-segan membunuh dan patuh kepada Sang Komandan, di dalam
hati kecil, kita tetap yakin bahwa Agu akan kembali menjadi anak yang baik. Dan
semua terjawab sesuai harapan di akhir film.
Efek buruk perang
Peperangan tidak pernah membawa efek positif dalam sejarahnya, banyak
kerusakan yang dibuat akibatnya, dan yang menjadi korban adalah rakyat. Seperti
perang saudara yang diceritakan di dalam film ini, dimana ayah Agu yang
merupakan penduduk setempat justru dituduh sebagai pemberontak hanya
berdasarkan kesaksian orang gila.
Kerusakan psikologis Agu yang menjalani hidupnya sebagai tentara
pemberontak di usia muda nyaris membuatnya tenggelam lebih dalam jika saja dia
tidak berani untuk melangkah meninggalkan Sang Komandan yang sudah mulai
terlihat tidak waras. Motivasi yang awalnya tinggi karena memiliki tujuan yang
mulia, memerdekakan negaranya, menjadi buram cenderung kelam dengan rentetan
kebrutalan.
Untung saja Agu masih memiliki pikiran yang sehat dan hati yang selalu
terpaut dengan Tuhan yang membuat hati nuraninya menuntunnya untuk kembali
berada di jalan yang benar.dari alur cerita ini banyak hal yang menjadi
pembelajaran bagi orang papua dalam mengadapi tantangan dalam perjuangan
terutama dalam hal mendidik generasi muda.jika kami renungkankan dan terapkan dalam
konteks papua maka nyatanya banyak senior yang mengetahui tentang persoalan
papua tetapi tak pernah mengarahkan dan menjadikan generasi sebagai
senjata.sistem patron dan ego pun selalu diutamakan oleh kebanyakan ornng papua
sehingga merambat kepada perjuangan untuk memperlambat pergerakan.
Sinopsis film di atas memberikan pandangan umum dalam memdidik pejuang
muda,dimana agu adalah anak mudah yang punya semangat dalam mempejuangkan dan
membebaskan rakyatnya dari perang saudara tersebut,dan semakin kokoh dalam
perjuanganya dengan dorongan dan motivasi dari komandanya,tetapi suatu ketika
agu diperlakun dengan tidak benar disiulah agu menjadi tidak semngat dan
bukanya agu menjadi pejuang sejati namun sebaliknya agu menjadi monster yang
berbahaya untuk menyerang balik komandanya.disini ada teguran keras untuk
menjadi pembelajaran bagi mentor atau orang yang lebih dewasa dalam pendidkan
maupun di perbagai bidang.karena tujuan mempersiapkan generasi adalah untuk
merubah banggsa yang besar bukan mengikuti aturan atau kemauan senior.
Untuk mendidik Generasi harus hapuskan istilah senior.
Mengapa demikian,hal itu berdasarkan pengalam dan cerita yang sering
disampaikan oleh generasi muda papua.dimana generasi yang seharusnya bisa
mempunyai kebebasan dalam mengahdapi perjuangan tetapi kebebasan mereka dalam
melihat dinakika sejara kritis menjadi mentok dalam psikologi sesuai istilah “senior
selalu benar” hal ini yang juga menjadi penghambat
dan mematikan ruang gerak generasi papua.maka untuk memajukan
generasi agar menemuka jati diri mereka harus menerima dan menyesuaikan sesuai
apa yang generasi papua memandang karene kita gagal mendidik rakyat.
Masalah yang cukup serius dan tidak henti-hentinya dibicarakan
oleh berbagai kalangan adalah masalah generasi muda sebagai generasi penerus
cita-cita perjuangan bangsa dengan berbagai konsekuensi yang menyertainya.
Generasi yang siap atau tidak akan mengambil alih tanggung jawab kepemimpinan,
mulai dari kepemimpinan rumah tangga sampai kepemimpinan bangsa. Keadaan yang
demikian mengharuskan adanya upaya pembinaan yang dilaksanakan secara kontinyu,
terprogram dan terarah, agar potensi yang mereka miliki dapat berkembang secara
optimal menjadi kekuatan konkret. Generasi muda dengan kepribadian yang belum
stabil, emosional, gemar meniru dan mencari-cari pengalaman baru, serta konflik
jiwa yang dialaminya, merupakan sasaran utama orang, organisasi atau bangsa
tertentu untuk mengaburkan nilai-nilai moral yang akan dijadikan pegangan dalam
menata masa depan mereka.
Generasi muda papua memiliki peran yang besar bagi perubahan-perubahan
sosial maupun politik di lingkungannya dan sering disebut sebagai agent of
change (agen perubahan). Sebagai agen perubahan, dengan sikap kritis dan
semangatnya, mereka memiliki kekuatan untuk mempengaruhi dan menyadarkan
masyarakat untuk melakukan suatu gerakan perubahan sosial missalnya dengan
memperjuangkan aspirasi masyarakat dari ketidak sesuaian kebijakan pemerintah
karena seringkali kebijakan pemerintah tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
masyarakat.
Maka dari itu harus didik generasi muda papua dengan cara yang benar,
supaya Pemuda ini menjadi harapan bangsa yang menjadi generasi
penerus perubahan negara di masa depan. Peran yang seharusnya dijalani oleh
generasi muda papua, yaitu pemuda harus berjuang demi membebaskan bangsa,
sebagai penerus bangsa, dan harus generasi papua banyak
belajar dan menyadari betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan menjadi salah
satu kunci besarnya suatu negeri. Dengan bekal pendidikan, mereka berpotensi
melahirkan karya-karya, inovasi, dan semangat juang demi memajukan bangsa.
“Anak muda boleh pandai beretorika, tapi juga harus sadar untuk mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang menjadi cita-cita.” – Sutan
Syahrir.
Kesimpulan
Generasi muda sebagai generasi penerus dan harapan bangsa, membutuhkan
pembinaan yang teguh, pembentukan akal yang sehat dan akhlak yang mulia, agar
dapat menghadapi tantangan yang semakin berat dalam mengarungi kehidupan ini,
terlepas dari kejumudan pola pikir dan keterbelakangan sebagian generasi tua
dan generasi muda itu sendiri. Keberhasilan pembinaan generasi muda dipengaruhi
dan ditentukan oleh adanya relevansi dan saling menunjang antara pembinaan di
rumah/papua dengan pendidikan di sekolah serta nilai-nilai yang dianut dan dikembangkan
dalam masyarakat. Para pendidik dalam arti yang luas harus menghindari terjadi
kontradiksi antara norma-norma yang dikembangkan oleh guru di sekolah dengan
nilai-nilai dalam keluarga dan masyarakat, sehingga peserta didik tidak
mengalami kebingungan untuk memilih yang mana di antaranya yang benar atau
harus diikuti.
Suatu bangsa yang besar akan bertahan karena ada pemuda yang
menggerakkan perubahan dan melakukan kegiatan positif untuk kemajuan bangsanya.
Jangan sampai pemuda malah terjebak dalam kegiatan yang tidak produktif yang
justru akan menghancurkan masa depan bansanya.bangsa papua adalah bangsa yang
besar maka membutuhkan peran generasi muda sebagai agen perubahan.oleh karene
itu asah generasi siap tempur yang ada hari ini sebagai peluruh untuk
membebaskan bangsanya dari perbudakan, penjajahan,perampasan,genosida dan
bentuk pelanggaran HAM yang ada di papua.
"Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan
mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu
diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi
merdeka, daripada makan bestik tapi budak." – Soekarno
“Papua bukan Tanah Kosong”
Free West Papua
Di indonesia 23 Oktober 2022
lokasi, solinggul 2023