MINIMNYA PENDIDIKAN DI ERAH GENERASI DIGITAL

 MINIMNYA PENDIDIKAN DI ERAH GENERASI DIGITAL

Oleh, Sehend Sama.

Pengantar.

pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Melalui pendidikan, seseorang akan menjadi manusia yang seutuhnya, sehingga memiliki kecenderungan untuk memanusiakan manusia lainnya. (Nelson Mandela) Pendidikan adalah kebebasan. (Paulo Freire)

Pendidikan pada dasarnya membebaskan manusia dari ketertinggalan, keterbelakangan, dan membuka candela bagi setiap orang. Secara sederhana, pendidikan dapat menjadi sarana individu supaya dapat terhindarkan dari kebodohan. Semakin tinggi pendidikan maka akan semakin tinggi pula pengetahuan yang akan didapatkan.

Sedangkan mendidik adalah Tindakan yang dilakukan seorang pendidik atau Guru untuk memberikan pemahaman kepada siswa  untuk memahami inti topik yang dibahas dalam Pendidikan formal maupun informal hal tersebut  terlebih kepada sikap peserta didik di sekolah.

Menurut ahli pedagogik dari Belanda, Langeveld, mengemukakan bahwa pengertian pendidikan merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan.

Mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang memiliki keterkaitan. Pengertian pendidikan sendiri bermakna melakukan suatu tindakan berupa memberikan pendidikan kepada pihak lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak supaya mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Lalu, menurut Crijns dan Reksosiswoyo, mendidik adalah pertolongan yang diberikan oleh siapapun yang bertanggung jawab atas pertumbuhan anak untuk membawanya ke tingkat dewasa.

Menurut GBHN 1973, pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.

Di sini penulis akan menulis tentang Pendidikan di papua lebih khusunya di kabupaten yahukimo. Kabupaten yahukimo terdiri dari beperapa suku besar yaitu, Yali, Hubula, Kimial, Momuna. Empat suku besar ini disingkat menjadi “YAHUKIMO”. Kemudian ada bepera suku juga masuk dalam yahukimo yaitu, suku Mek, Ngalik, Una-ukam. Kabupaten yahukimo memiliki luas wilayah 17,152 km²  dan 51 distrik, 1 kelurahan, dan 510 kampung dengan luas wilayah 17.152,00 km² dan jumlah penduduk 281 juta jiwa (2023). Kode Wilayah untuk Kabupaten Yahukimo adalah 91.13.

Dengan populasi ini tentunya memiliki puluhan juta  pelajar  yang menempuh Pendidikan dari sekolah dasar (SD) sampai dengan sekolah menengah atas. Kemudian untuk menyelamatkan puluhan juta peserta didik ini tidak ada jalan lain selain Pendidikan. Maka, dengan minimnya Pendidikan di yahukimo membuat banyak peserta didik yang terlantar sehingga, penulis berkenan untuk menulis bepera hal yang menjadi factor  penghambat Pendidikan di yahukimo.

Tak terlepas dari itu jika kami bebicara mengenai Pendidikan maka kita akan bertanya-tanya mengenai pokok Pendidikan. Dimana fokus kita akan mengarah pada kurikulum yang di tetapkan oleh Negra melalui kementrian Pendidikan (KEMENDIKBUD) . Damal system Pendidikan Indonesia saat ini melalui UU No 20  Tahun 2023 terbagi dalam tiga jalur utama yaitu formal, nonformaln dan informal.

System Pendidikan ini tentunya akan mengharuskan Siswa/I  untuk   mengikuti aturan yang telah ditetapkan kementrian Pendidikan dan wajib di ikuti oleh setiap sekolah yang ada di Indonesia. Kemudian melahirkan siswa-siswi yang apatis tak paham dan ikut arus atau kata kasarnya “ membunuh siswa”  tanpa memahami bersaingan Global. kemudian system Pendidikan ini juga sangat di sayankan untuk siswa siswi yang bependidikan di polosok-polosk, karena pada kenyataanya banyak siswa/I yang diluluskan tanpa menguji penyesuaian peserta didik dalam teori yang disampaikan oleh Guru .

Guru di polosok-polosok di papua misalnya, banyak siswa/i yang diluluskan di tingkat SD, SMP, namun banyak siswa yang buta huruf dan tak bisa membaca seperti siswa lainya, Contoh adik saya yang bernama “Yance”  Dia lulus di salah satu sekolah dasar pada 2021 lalu di Kab Yahukimo Papua. Setelah saya berlibur ke yahukimo ade saya bercerita bahwa, Dia tak bisa melanjutkan stidinya di tingkat SMP karena Gurunya menyuruh untuk belar membaca terlebih dahulu lalu bisa lanjutkan Pendidikan.

Setelah saya mendengar curhatan itu saya sangat terpukul dan terharu tentang nasib masa depan generasi papua yang terlantar iitu, kemudian saya  terpanggil untuk menulis artikel ini, karena bagi saya pendidkan itu sangat penting dan factor yang menghambat pendidkan itu harus ditumpas oleh pemudah yang sadar tentang betapa pentingnya pendidikan dan  mewujudkan pendikan yang berkualitas di papua lebih khusunya di yahukimo.

 Peran Guru dalam Mendidik.

Guru adalah wakil Allah ke-3 Setelah Allah yang maha Esa dan Orang Tua Murit. Mengapa demikian, di sini penulis awali dengan sebuah kisah nyata yang terjadi pada bangsa Jepang setelah perang Dunia ke-ll. Jepang salah satu negara yang hancur lebur karena perang. Negeri Sakura ini sudah melemah jelang 1945, namun enggan menyerah dalam Perang Dunia II di front Asia Pasifik. Sampai akhirnya tentara sekutu mengirimi Jepang ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki 6 dan 9 Agustus 1945. Akhirnya pada menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945.  Setelah Jepang dihancurkan oleh bom, Kaisar Hirohito sempat bertanya berapa jumlah guru yang tersisa di Jepang. Pada awalnya para jenderal menjawab dengan tegas kepada Kaisar bahwa mereka mampu menyelamatkan dan melindungi Kaisar tanpa bantuan guru. 

Kemudian  mereka heran mengapa sang kaisar justru mempertanyakan tentang guru alih-alih kondisi kemiliteran mereka. Kemudian Kaisar Hirohito menjelaskan kepada mereka bahwa Jepang telah jatuh dan hal itu dikarena karena mereka tidak belajar. Jepang memang kuat dari segi persenjataan dan strategi perang. Tapi nyatanya mereka tidak mengetahui bagaimana cara membuat bom yang dahsyat seperti yang telah membumi hanguskan kota Hiroshima dan Nagasaki. Kaisar berpendapat kalau mereka semua tidak dapat belajar,  bagaimana mungkin mereka akan mengejar ketertinggalan mereka dan bangkit lagi dari keadaan ini. 

Mendengar hal tersebut, maka akhirnya dikumpulkanlah sejumlah guru yang masih tersisa di seluruh pelosok kota. Jumlah guru yang tersisa pada saat itu kurang lebih 45.000 guru saja. Kaisar Hirohito dengan penuh harapan mengatakan kepada seluruh pasukan dan juga rakyat Jepang bahwa kepada gurulah sekarang mereka akan bertumpu, bukan kepada kekuatan pasukan. Hal ini menunjukkan betapa bernilainya seorang guru di mata Kaisar. Momen ini pulalah yang menjadi tonggak kebangkitan Jepang sehingga menjadi salah satu negara maju hanya dalam kurun waktu 20 tahunan. Padahal dengan kondisinya yang hancur lebur saat itu, dunia memprediksi paling tidak Jepang membutuhkan waktu kurang lebih 50 tahun untuk dapat bangkit kembali.

Jadi untuk Pendidikan di papua peran guru sebagai pengajar ini sangat penting dan harus mengajar dengan kasih, karena siswa-siswi di papua banyak yang keluar sekolah akibat hambatan usia dimana siswa/I itu diberhentikan oleh Guru karena merka kurang baca atau menulis kemudian usia mereka semikin dewasa. Hal itu tentunya merambat pada psikologi siswa yang merasa tidak pantas untuk mendapatkan Pendidikan karena harus kembali duduk sama-sama dengan ade tingkat. Fakto-faktor ini perlu diperhatikan oleh guru , kemudian Kembali lagi system Pendidikan ini juga sangat bepotensi untuk menghambat siswa-siswi dalam menyesuaikan diri. Dimana Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan alat perlawanan menyakan bahwa, penindasan ialah situasi dimana seseorang secara objektif menjadikan orang lain sebagai subjek, penindasan dalam kajian Freire merambah dari tingkat mikro hingga makro. Ia Nampak pada relasi pendidik-peserta didik dalam Pendidikan system bank.

Binti Maunah dalam bukunya Pendidikan perspektif struktursl fungsional mengatakan bahwa, guru seharusnya lebih beperan sebagai fasilitator, keaktifan lebih dibebankan kepada peserta didik. Keterlibatan peserta didik dalam Pendidikan tidak sebatas sebagai pendengar, pencatat dan penampung ide-ide pendidik, tetapi lebih dari tidak sebatas sebagai pendengar, pencatat dan penampung ide-idependidik. Tetapi lebih dari itu ia terlibat aktif dalam mengembangkan dirinya sendiri. Karena system saat ini sanagat disayangkan jika system itu diterapkan untuk peserta didik yang ada di kampung-kampung.

System Bank dalam Pendidikan di Papua.

Menurut Paulo Freire system bank dalam Pendidikan bertolak dari pandangan bahwa ada dokotomi anatar manusia dan dinia. Manusia dianggap semata-mata hanya ada didalam dunia dan bukan bersama-sama dunia. Manusia adalah penonton dan bukan pencipta realitas. Manusia juga bukan mahluk berkesadaran (corpo consciente) namun mahluk pemilik kesadaran artinya, jiwa manusia bersifat pasif terbuka menerima apa saja yang disodorkan realitas diluarnya. Manusia bukanlah subjek, tapi objek. Dengan begitu, fitrah ontologis manusia bukan menjadikan manisia sebagai Mahluk yang utuh, namun untuk menjadikan manusia sebagai benda yang dapat dikendalikan.  Dan apa yang dikatakan Freire ini sangat benar. Mengapa demikian, karena system pengajaran/ kurikulum yang terkadang membuat Guru sebagai orang yang maha tau lalu menjadikan siswa sebaga objek yang harus patut dalam apa yang disampaikan guru.

Kemudian Erich Formm pernah mengatakan dalam bukunya “The Heart Man” (1966) bahwa Pendidikan yang memandang orang sebagai objek hanya akan menghasilkan sifat manusia yang disebut necrophily (cinta benda mati) sehingga pendidikan  menjadi semacam aktivitas menabung dimana peserta didik dudk sebagai tabungan dan pendidik sebagai penabung. Pendidik memberikan pengajaran seperti mengisi tabungan yang kemudian diterima, dihafal, dan diulang dengan patuh oleh peserta didiknya. Tugas peserta didik hanya terbatas pada menerima, mencatat, dan menyimpan.

Konsep ini menurut Freire, suatu hubungan dimana di satu pihak ada seorang tokoh, yaitu pendidik, yang selalu bercerita dan dianggap sumber dari segala ilmu. Di lain sisi, ada peserta didik yang anggap sebagai objek yang patuh dan tekun mendengarkan. System bank ini disebut juga dengan “Pendidikan bercerita” karena system ini hanya menuntut peserta didik agar menghafal secara mekanis isi pelajaran yang diceritakan gurunya (Freire (1972)

Misalnya 3 X 3 = 9, dan Ibukota Yahukimo somohai, jadi peserta didik hanya mencatat, menghafal, dan mengulangi ungkapan-ungkapan itu tanpa paham apa arti 3x3, atau tidak mengerti makna sesungguhnya  kata ibu kota dalam unggapan di atas.

Jadi Pendidikan system bank ini sesungguhnya terletak pada bagaimana merubah kesadaran peserta didik. Bukan mengubah keadaan yang membuat peserta didik tidak menyadari realitas yang dihadapinya. Karena tugas pendidik yang sesungguhnya dalah mengatur suatu proses yang sudah terjadi dengan sendirinya, untuk mengisi para peserta didik dengan jalan memberinya bahan pengetahuan untuk disimpan yang bagianya merupakan pengethuan sejati.

Jd pada prakteknya Di papua lebih khusunya di yahukimo terjadi Pendidikan system bank ini, dimana secara tidak langsung system ini menolak dialog dan memperlakukan peserta didik sebagai objek pembantu yang harus diam dan menerima apa yang disampaikan guru, kemudian hal ini juga yang membuat siswa-siswa tak mampu memahami apa yang disampaikan oleh guru. Dan sebaliknya guru tak mampu melihat kemampuan siswa/I dalam Pendidikan. Penagajar mengharuskan peserta didik diharuskan untuk  menghafal, dan menampung materi yang disampaikan tanpa melihat kemampuan murit. Sehingga kebanyakan siswa/I merasa cangkung dan tak percaya diri di depan guru, ketika diberi pertanyaan kepada para peserta didik kebanyakan siswa/I cenderung sungkan dan tak bisa jawab diam sribu bahasa. Memang benar  tak bisa jawab karena, Pendidikan system bank yang diterapkan ini membuat guru tak mampu melihat tingkat pemahan siswa dalam memahmi teori. jadi system bank ini cenderung melakukan dikotomi atas segala sesuatu dan mengisolasi kesadaran para peserta didik dengan demikian, system ini mengingkari panggilan panggilan manusia baik ontologis maupun historis, untuk menjadi manusia yang utuh.

Kemudian Freire mengamati kontradiksi hubungan pendidikan bahwa, peserta didik pada system bank yang ciri-cirinya anatara lain. Pendidikan mengajar dan peserta didik diajar, pendidik mengetahui segalanya dan peserta didik tidak mengetahui apapun. Pendidik berpikir dan peserta didik dipikirkan pendidik berbicara dan pesrta didik patuh mendengarkan, pendidik mendisiplinkan dan peserta didik disiplinkan, pendidik memilih dan peserta didik memaksakan pilihanya sementara peserta didik menurut serta menyesuaikan dirinya, pendidik beraksi dan peserta didik mengira sudah beraksi bila ia meniru pendidiknya, pendidk memilih program dan peserta didik menyesuaikan diri dengan program itu.pendidik meripakan subjek proses belajar dan peserta didk hanya merupakan objek dari proses belajar.( Freire, 1972: 59).

Jadi hal ini yang terjadi pada peserta didik saat ini di yahukimo, sehingga sangat sulit untuk memahami apa yang disampaikan oleh pendidik, kemudian peserta didik meras terbelakang, tidak tau apa-apa, dan merasa tak mampu bersaing.

Kegagalan Guru dalam Mendidik.

Di kabupaten yahukimo terdapat banyak pendidik yang telah lama menjadi guru maupun yang baru lulus dan mengajar peserta didik di beperapa sekolah yang ada di yahukimo. Kemudian ada juga guru-guru honorer putra daerah yang mengabdi di lima puluh satu distrik (51) distrik yang ada di yahukimo. Guru-guru ini sangat luar biasa dengan rendah hati menghadapi sistuasi dimana mereka harus naik gunung turun lembah  demi untuk mengajar peserta didik. Kemudian keadaan yang sura m ini diperuncing oleh tidak terlindunginya para pendidik demi kehidupan yang aman dan Makmur. Gaji guru selalu berada dalam urutan paling bincit, di daerah-daerah konflik guru-guru teranjam dan terampas nyawanya. Guru sebagai actor Pendidikan yang perananya tak tergantikan terkungkung dalam keadaan yang menindasnya. Ketertindasan yang berlangsung dan terus saja berlangsung lantaran struktur sosial dan politik yang membelenggu hak-haknya. Sangat sering terjadi, beperapa penguasa daerah lebih memperhatikan gaji anggota dewan ketimbang kesejahteraan guru. Guru-guru kita kini bukan lagi pahlawan tanpa jasa melainkan pahlawan yang tak berharga.  

 Lalu bagaimana dengan guru-guru yang cenderung di kota dan menunggu gaji bulanan tanpa mengajar alias memakan gaji buta tanpapa mengar, hal ini yang perlu diperhatikan dan dikritik oleh pemda maupun mahasiswa yahukimo sebagai agen of change. Gagasan Paulo Freire telah menghidupkan Kembali pergulatan wacana dunia pendidkan yang sudah selama ini terjerembab dalam krisis atau menginginkan orang lain untuk tak cerdas dalam Pendidikan ini. Hal sangat merprihatinkan karena atas kepasifan guru dalam menjalankan Amanah ini banyak siswa/I yang terhambat dan tak mampu bersaing dengan peserta didik lainya, ketergantungan guru dengan uang ini juga menghambat ketulusan dalam mendidk.

Berdampingan dengan keadaan di atas ialah banyaknya anggaran Pendidikan yang dikorup. Korupsi anggaran Pendidikan kian membuat mutu Pendidikan merosot tajam, kemudian banyak guru-guru honer yang dengan rendah hati mengajar di daerah terpencil tak diperhatika sedikitpun. Guru-guru yang cenderung di kota dan makan gaji buta ini membuat diri layaknya raja, kemudian memperalat guru honerer di kamapung-kampung dan jadikan mereka babu untuk di perintah sana-sini. Guru-guru seperti ini adalah guru musiman yang tak paham siapa dirinya, berdasarkan pengalaman di yahukimo misalnya banyak guru yang hanya pergi ke tempat tugas ketika ada ifen seperti ujian nasional untuk mengantarkan soal ujian. Lalu buat laporan untuk menerima gaji buta, hal ini harus lebih dipertegas terutama-buat kepala-kepala sekola yang jadikan diri sebagai raja lalu memperalat guru-guru honorer seperti pembantu itu. Suapa ada kemjuan dalam Pendidikan generasi muda papua lebuh khususnya di yahukimo, janagn malu ketika daerah lain maju karena kita gagal mendidik generasi hari ini. Generasi hari ini adalah penentu.

Kemudian tak terlepas dari itu, karena kebanyakan korupsi Dana Pendidikan dan kurangnya perhatian dari guru. Hal ini berdampak buruk pada penbangunan fisik maupun non fisik misalnya, gedung-gedung sekolah entah itu SD,SMP, & SMA. Ambruk gara-gara anggaran untuk bangunan dikorup, kemudian banyak sekolah-sekolah yang harus ditarik ke kota karena guru tidak pergi mengajar di tempat yang ditugaskan. Lalu gedung-gedung sekolah yang kualitas bangunanya menurun semakin buruk.

Korupsi pula biang keladi muncuknya persengkongkolan pemalsuan sejumlah buku pelajaran, lalu peserta didik tumpul pada pelajaran lama kemudian membuat mereka tak mampu bersaing dengan peserta didik lainya di kota. Lalu korupsi yang juga berlangsung di lingkungan Pendidikan ini kian menumpuk beban persoalan-persoalan structural dalam institusi Pendidikan, sehingga Pendidikan di papua lebih khusunya di yahukimo makin tahun makin merosot tumpul.

Jadi untuk membenahi pendidkan di yahukimo, terutama bersihkan factor-faktor yang mempengaruhi. yaitu, mencopot guru-guru yang pasif itu. Guna membenahi tumpulnya Pendidikan di yahukimo, kemudian mengubah system Pendidikan yang menghambat daya saing peserta didik di yahukimo. Dengan cara memberi kebebasan kepada peserta didik dan untuk memahami realitas dan konsep pendidkan itu sendiri, seperti yang dikatankan Binti Muanah bahwa, Pendidikan mempunyai peranan menyiapkan sumber daya manusia yang mampu berpikir secara kritis dan mandiri (Independent critical thingking) sebagai modal dasar untuk pembngunan manusia seutuhnya yang mempunyai kualitas yang sangat prima. Upaya pengembangan kemampuan berpikir kritis dan mandiri bagi peserta didik dengan mengembangkan Pendidikan partisipatif. Maka siswa siswa akan merasa diterima dan apa yang disampaikan guru lebih mudah dipahami.

 Memdidik generasi yang Kritis.

Kini system Pendidikan mengikat kebebasan peserta didik dalam hal belajar, banyak orang yang pandai datang dan mencoba mendidik generasi muda papua namun tak mampua memahami factor yang menghambat Pendidikan generasi muda di papua telbih khusus di yahukimo. Bagaimana cara yang tepat untuk mendidik generasi yang kritis, disini kita harus pahami tingkat kesadaran peserta didik. Dan memberikan teori sesuai realitas yang terjadi, Karena yang terjadi di papua adalah dengan belbagai cara kesadaran peserta didik dibius. Hal ini dicontohkan dengan mitos, bahwa semua peserta didik tidak boleh berbeda pendapat dengan pendidik. Bahwa pemberontakan terhadap pendidik adalah Dosa melawan Tuhan. Bahwa pendidik itu rajin sedangkan peserta didik adalah pemalas.

Maka, ketika ada sentiment seperti ini tak aka ada lagi orang cerdas yang akan lahir dari guru sepandai apapua, yang ada generasi pemelas, sungkan, apatis, merasa tak pantas dan lain sebagainya. Maka untuk mendidik generasi yang kritis kita harus membekali dengan literasi dan memberikan pemahan dasar tentang Pendidikan.  Kemudian memberikan ruang kebebasan  dalam metode pembelajaran agar peserta didik dapat merapkan ilmu dengan kondisi yang ada.

Generasi muda sebagai generasi penerus dan harapan bangsa, membutuhkan pembinaan yang teguh, pembentukan akal yang sehat dan akhlak yang mulia, agar dapat menghadapi tantangan yang semakin berat dalam mengarungi kehidupan ini, terlepas dari kejumudan pola pikir dan keterbelakangan sebagian generasi tua dan generasi muda itu sendiri. Keberhasilan pembinaan generasi muda dipengaruhi dan ditentukan oleh adanya relevansi dan saling menunjang antara pembinaan di rumah/papua dengan pendidikan di sekolah serta nilai-nilai yang dianut dan dikembangkan dalam masyarakat. Para pendidik dalam arti yang luas harus menghindari terjadi kontradiksi antara norma-norma yang dikembangkan oleh guru di sekolah dengan nilai-nilai dalam keluarga dan masyarakat, sehingga peserta didik tidak mengalami kebingungan untuk memilih yang mana di antaranya yang benar atau harus diikuti.

 Kesimpulan.

Suatu bangsa yang besar akan bertahan karena ada pemuda yang menggerakkan perubahan dan melakukan kegiatan positif untuk kemajuan bangsanya. Jangan sampai pemuda malah terjebak dalam kegiatan yang tidak produktif yang justru akan menghancurkan masa depan bansanya.bangsa papua adalah bangsa yang besar maka membutuhkan peran generasi muda sebagai agen perubahan.oleh karene itu asah generasi siap tempur yang ada hari ini sebagai peluruh untuk membebaskan bangsanya dari perbudakan, penjajahan,perampasan,genosida dan bentuk pelanggaran HAM yang ada di papua.

 "Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tapi budak." – Soekarno

 

Referemsi.

·         Pendidikan Aalat perlawanan, Teori Pendidikan radikal Paulo Freire-penulis Siti Murtiningsi/Penyuting: R, Hidayat, Yogyakarta: Resist Book, Oktober 2004.

·         Pendidikan dalam perspektif structural fungsional, Cendekala Vol. 10, No.2, Oktober 2016.

·         https://www.merdeka.com/jateng/25-kata-kata-mutiara-nelson-mandela-penuh-makna-mendalam



·          


                 Sumber photos: www Goole.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama