MOSI TAK PERCAYA KINERJA KOMNAS HAM.

 

MOSI TAK PERCAYA KINERJA KOMNAS HAM.

 

Oleh, Sehend Sama.

 "10 mobil jenazah korban sipil yang di tembak. Menjadi Sejarah terpanjang dan luka batin baru di Wamena."

 Dalam unggahan video berdurasi 01: 59 menit di Snack video itu terlihat barisan 10 mobil jenazah yang mengiringi jenazah mengikuti puluhan ribu warga di Wamena. Video Dokumentasi yang disebarkan di media sosial itu kemudian kembali mengingatkan saya dan generasi muda Papua lainya untuk mengingat kembali beperapa peristiwa operasi militer yang telah terjadi di Papua. Dan membuat luka batin baru di atas luka yang lama. Kemudian luka itu akan jadi bendungan luka batin untuk terus mengingat tragedi-tragedi tersebut.

Di lain sisi, kejahatan kemanusiaan ini terus menyadarkan dan menumbuhkan kesadaran akan penindasan kepada orang Papua untuk bangkitkan semangat perlawanan terhadap sistem negara yang menindas ini. Untuk terus lawan Karena secara tidak langsung negara memperlihatkan diri sebagai musuh abadi bagi generasi muda Papua.

Ketika saya melihat kejadian itu, ada banyak pertanyaan yang muncul di benak saya. Tentang bagaimana nasib masa depan bangsa Papua nanti. Karena berdasarkan realitas hari ini 95% rakyat Papua terjebak dalam sistem yang menindas. Dimana sistem itu berawal dari (Pepera 1969) yang tidak memihak kepada rakyat Papua hingga merambat pada paksaan-paksaan sistem untuk rakyat Papua tunduk pada Jakarta.

Bahkan tak terlepas dari itu, beperapa operasi militer yang telah terjadi di Papua itu sendiri mengarah pada sistem paksa yang mengakibatkan korban berjatuhan. Bahkan beperapa peristiwa yang terjadi di Papua pun Tak ada yang mampu menyelesaikan kasusnya. Dari presiden ke presiden hanya mengumbar janji seolah mau menyelesaikan kasus pelarangan HAM berat di Papua itu, namun semuanya menjadi bahasa politik untuk dapat simpati dari rakyat Papua. Kemudian implementasinya pun 0 (Nol).

Beperapa pihak penegak hukum dan HAM seperti Komnas HAM yang juga tergolong sebagai Tim independen untuk menuntaskan persoalan Papua bahkan persoalan di Indonesia sekalipun tak mampu untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan yang ada dan bertumpuk di Indonesia. 

Termasuk operasi militer di Wamena pada 06 Oktober tahun 2000. Sejak 21 tahun lalu, Peristiwa Wamena yang berawal ketika masyarakat sipil, dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung dan desa di Wamena. Penyisiran dilakukan akibat dari sekelompok massa tak dikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim I 1702/Wamena dan menewaskan dua anggota Kodim. Penyisiran itu mengakibatkan korban berjatuhan.

Dalam unggahan hasil penyelidikan Kontras 4 April 2021 lalu itu menyatakan bahwa, terdapat dugaan pelanggaran HAM yang berat mengakibatkan warga sipil menjadi korban. Sedikitnya 4 (empat) orang tewas, 39 orang terluka akibat penyiksaan, sebanyak 5 (lima) orang menjadi korban penghilangan paksa dan satu orang menjadi korban kekerasan seksual. 

Dalam peristiwa ini, Soleman Itlay. Sebagai saksi yang juga pernah merasakan trauma waktu itu. Menulis dalam artikel nya 6 Oktober 2006. Iya mengatakan bahwa, kapanpun sampai hari ini masih terlukis trauma peristiwa tragis itu. Kemudian Soleman Itlay juga menuliskan mengenai perbedaan pendapat dalam menyelesaikan konflik Wamena berdara antara KOMNAS HAM dan kejaksaan agung dalam menangani peristiwa ini. Dimana Komnas HAM memakai Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang peradilan Hak Asasi Manusia. Sementara Kejaksaan Agung menggunakan KUHP hal itu memperpanjang proses kasus Wamena berdarah tahun 2000 yang seharusnya bisa selesai pada 2005 namun sampai sekarang masih terapung diatas penafsiran.

Begitu juga secara umum pihak kontras menulis bahwa, Setiap tahunnya angka kekerasan di Papua selalu muncul dan tidak juga mengalami penurunan yang signifikan. Selama tahun 2020, hampir dalam setiap bulan terjadi peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Papua. Berdasarkan hasil pemantauan kontras dalam kurun waktu Januari hingga Desember 2020 lalu telah terjadi 40 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh polri, TNI maupun keduanya dengan didominasi oleh tindakan penembakan, penganiayaan, dan penangkapan sewenang-wenang. Mengakibatkan 276 orang menjadi korban, baik korban luka, tewas, maupun ditangkap.

Peristiwa ini, selalu diulang dari tahun ke tahun. Namun proses penyelesaian kasus-kasus tersebut tak pernah dituntaskan oleh pihak manapun. Seperti kejadian Wamena berdarah tahun 2000 itu sejak 2004 berkas penyelidikan ini telah dilimpahkan kepada kejaksaan agung guna ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dan penuntutan. Namun Lagi-lagi hanya bolak-balik berkas yang terjadi antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.

Kini, kembali lagi mengulang peristiwa luka batin yang juga memakan korban jiwa.Dimana 10 orang warga sipil di Wamena dihilangkan nyawanya oleh pihak TNI polri sebagai penegak hukum dan HAM yang selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Namun pada prakteknya membunuh dan menghilangkan nyawa manusia.

Kemudian Atas peristiwa penculikan Senin 23 Februari 2023 itu. Dalam keterangan tertulis dari CNN Indonesia Sabtu, 25 Feb 2023 pukul 04: 00 WIB. Kembali lagi Komnas HAM desak untuk diusut tuntas. Selain itu Komnas HAM juga nantinya siap memantau perkembangan situasi di Wamena. Dalam hal ini, Komnas HAM bakal berkoordinasi dengan Pemda, TNI hingga Polri dalam pemulihan ini. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230225024731-12-917687/komnas-ham-desak-kericuhan-wamena-yang-tewaskan-10-warga-diusut-tuntas.

Sementara Aktor dibalik rentetan peristiwa kekerasan yang terjadi selama puluhan tahun di Papua ini adalah murni TNI dan polri menjadi pelaku utama. Namun komanas HAM masih menginginkan kerja sama antara TNI dan polri untuk menyelesaikan konflik tersebut. Maka kami berkesimpulan bahwa komanas HAM tidak mampu dalam menyelidiki kasus dan menyelesaikan.

Karena dari beperapa bukti unggahan itu, jelas-jelas Komnas HAM masih memperalat TNI dan polri dalam menyelesaikan konflik di Papua. Sementara rakyat Papua masih trauma dengan adanya intervensi dari pihak ketiga dalam hal ini TNI polri. Sehingga kami akan bertanya-tanya dan akan menilai bahwa penegakan hukum masih tumpul.

 Kesimpulan.

Persoalan Papua tidak hanya dijadikan sebagai persolana musiman, ketika ada konfik lalu komnas HAM dan jajaranya seolah-olah mau tuntaskan. Tetapi tidak tepati janji yang dikatakan komnas ham dan lainya, semua  hanya sebatas tafsiran yang tertumpuk pada laji. Sementara persoalan demi persoalan semakinmenumpuk.

Jika demikian Maka, harus ada tindak lanjuti. Jangan diam ayo Lawam.

Referensi.

·         CNE https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230225024731-12-917687/


Sumber Photo: Goole.com.

s

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama