MOSI TAK PERCAYA KINERJA
KOMNAS HAM.
Oleh, Sehend Sama.
Di lain sisi, kejahatan
kemanusiaan ini terus menyadarkan dan menumbuhkan kesadaran akan penindasan
kepada orang Papua untuk bangkitkan semangat perlawanan terhadap sistem negara
yang menindas ini. Untuk terus lawan Karena secara tidak langsung negara
memperlihatkan diri sebagai musuh abadi bagi generasi muda Papua.
Ketika saya melihat kejadian itu,
ada banyak pertanyaan yang muncul di benak saya. Tentang bagaimana nasib masa
depan bangsa Papua nanti. Karena berdasarkan realitas hari ini 95% rakyat Papua
terjebak dalam sistem yang menindas. Dimana sistem itu berawal dari (Pepera
1969) yang tidak memihak kepada rakyat Papua hingga merambat pada
paksaan-paksaan sistem untuk rakyat Papua tunduk pada Jakarta.
Bahkan tak terlepas dari itu,
beperapa operasi militer yang telah terjadi di Papua itu sendiri mengarah pada
sistem paksa yang mengakibatkan korban berjatuhan. Bahkan beperapa peristiwa
yang terjadi di Papua pun Tak ada yang mampu menyelesaikan kasusnya. Dari
presiden ke presiden hanya mengumbar janji seolah mau menyelesaikan kasus
pelarangan HAM berat di Papua itu, namun semuanya menjadi bahasa politik untuk
dapat simpati dari rakyat Papua. Kemudian implementasinya pun 0 (Nol).
Beperapa pihak penegak hukum dan
HAM seperti Komnas HAM yang juga tergolong sebagai Tim independen untuk
menuntaskan persoalan Papua bahkan persoalan di Indonesia sekalipun tak mampu
untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan yang ada dan bertumpuk di
Indonesia.
Termasuk operasi militer di
Wamena pada 06 Oktober tahun 2000. Sejak 21 tahun lalu, Peristiwa Wamena yang
berawal ketika masyarakat sipil, dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25
kampung dan desa di Wamena. Penyisiran dilakukan akibat dari sekelompok massa
tak dikenal yang membobol gudang senjata Markas Kodim I 1702/Wamena dan
menewaskan dua anggota Kodim. Penyisiran itu mengakibatkan korban berjatuhan.
Dalam unggahan hasil penyelidikan
Kontras 4 April 2021 lalu itu menyatakan bahwa, terdapat dugaan pelanggaran HAM
yang berat mengakibatkan warga sipil menjadi korban. Sedikitnya 4 (empat) orang
tewas, 39 orang terluka akibat penyiksaan, sebanyak 5 (lima) orang menjadi
korban penghilangan paksa dan satu orang menjadi korban kekerasan
seksual.
Dalam peristiwa ini, Soleman
Itlay. Sebagai saksi yang juga pernah merasakan trauma waktu itu. Menulis dalam
artikel nya 6 Oktober 2006. Iya mengatakan bahwa, kapanpun sampai hari ini
masih terlukis trauma peristiwa tragis itu. Kemudian Soleman Itlay juga
menuliskan mengenai perbedaan pendapat dalam menyelesaikan konflik Wamena
berdara antara KOMNAS HAM dan kejaksaan agung dalam menangani peristiwa ini.
Dimana Komnas HAM memakai Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang peradilan
Hak Asasi Manusia. Sementara Kejaksaan Agung menggunakan KUHP hal itu
memperpanjang proses kasus Wamena berdarah tahun 2000 yang seharusnya bisa
selesai pada 2005 namun sampai sekarang masih terapung diatas penafsiran.
Begitu juga secara umum pihak kontras
menulis bahwa, Setiap tahunnya angka kekerasan di Papua selalu muncul dan tidak
juga mengalami penurunan yang signifikan. Selama tahun 2020, hampir dalam
setiap bulan terjadi peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Papua.
Berdasarkan hasil pemantauan kontras dalam kurun waktu Januari hingga Desember
2020 lalu telah terjadi 40 peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh polri, TNI
maupun keduanya dengan didominasi oleh tindakan penembakan, penganiayaan, dan
penangkapan sewenang-wenang. Mengakibatkan 276 orang menjadi korban, baik
korban luka, tewas, maupun ditangkap.
Peristiwa ini, selalu diulang
dari tahun ke tahun. Namun proses penyelesaian kasus-kasus tersebut tak pernah
dituntaskan oleh pihak manapun. Seperti kejadian Wamena berdarah tahun 2000 itu
sejak 2004 berkas penyelidikan ini telah dilimpahkan kepada kejaksaan agung
guna ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dan penuntutan. Namun Lagi-lagi hanya
bolak-balik berkas yang terjadi antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.
Kini, kembali lagi mengulang peristiwa
luka batin yang juga memakan korban jiwa.Dimana 10 orang warga sipil di Wamena
dihilangkan nyawanya oleh pihak TNI polri sebagai penegak hukum dan HAM yang
selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Namun pada
prakteknya membunuh dan menghilangkan nyawa manusia.
Kemudian Atas peristiwa
penculikan Senin 23 Februari 2023 itu. Dalam keterangan tertulis dari CNN
Indonesia Sabtu, 25 Feb 2023 pukul 04: 00 WIB. Kembali lagi Komnas HAM desak
untuk diusut tuntas. Selain itu Komnas HAM juga nantinya siap memantau
perkembangan situasi di Wamena. Dalam hal ini, Komnas HAM bakal berkoordinasi
dengan Pemda, TNI hingga Polri dalam pemulihan ini.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230225024731-12-917687/komnas-ham-desak-kericuhan-wamena-yang-tewaskan-10-warga-diusut-tuntas.
Sementara Aktor dibalik rentetan
peristiwa kekerasan yang terjadi selama puluhan tahun di Papua ini adalah murni
TNI dan polri menjadi pelaku utama. Namun komanas HAM masih menginginkan kerja
sama antara TNI dan polri untuk menyelesaikan konflik tersebut. Maka kami
berkesimpulan bahwa komanas HAM tidak mampu dalam menyelidiki kasus dan
menyelesaikan.
Karena dari beperapa bukti
unggahan itu, jelas-jelas Komnas HAM masih memperalat TNI dan polri dalam
menyelesaikan konflik di Papua. Sementara rakyat Papua masih trauma dengan
adanya intervensi dari pihak ketiga dalam hal ini TNI polri. Sehingga kami akan
bertanya-tanya dan akan menilai bahwa penegakan hukum masih tumpul.
Persoalan Papua tidak hanya dijadikan sebagai persolana musiman, ketika ada konfik lalu komnas HAM dan jajaranya seolah-olah mau tuntaskan. Tetapi tidak tepati janji yang dikatakan komnas ham dan lainya, semua hanya sebatas tafsiran yang tertumpuk pada laji. Sementara persoalan demi persoalan semakinmenumpuk.
Jika demikian Maka, harus ada
tindak lanjuti. Jangan diam ayo Lawam.
Referensi.
·
CNE https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230225024731-12-917687/
s