Photo: Aliansi Siswa/I Yahukimo Tolak Makanan Geratis Senin, 03/02/2025
Makanan sebagai Senjata Penjajahan: Sejarah Kelam yang Terus Berulang
Penjajahan
bukan hanya tentang tanah yang direbut atau sumber daya yang dirampas, tetapi
juga tentang bagaimana tubuh dan pikiran bangsa yang dijajah dilemahkan. Salah
satu senjata paling efektif yang digunakan para penjajah sepanjang sejarah
adalah makanan. Dengan dalih memberikan "bantuan" atau "makanan
sehat," mereka sebenarnya meracuni, melemahkan, dan mengendalikan bangsa
yang mereka taklukkan.
Eksperimen
Mematikan di Kanada
Pada 1940-an
hingga 1950-an, pemerintah Kanada memaksa anak-anak pribumi di sekolah asrama
untuk mengonsumsi makanan yang telah dicampur dengan berbagai zat kimia. Mereka
menyebutnya "makanan sehat," tetapi hasilnya adalah generasi yang
mengalami gizi buruk, tubuh yang lemah, penyakit yang merajalela, dan kematian
yang mengerikan. Anak-anak yang seharusnya menjadi penerus bangsa justru
dihancurkan sejak dini.
Kebijakan ini
bukanlah sebuah eksperimen sembarangan. Dokumen-dokumen resmi menunjukkan bahwa
para ilmuwan dan pemerintah bekerja sama untuk memahami efek gizi buruk
terhadap tubuh manusia dengan menjadikan anak-anak pribumi sebagai kelinci
percobaan. Tidak ada transparansi, tidak ada perlindungan, hanya eksploitasi
brutal terhadap mereka yang dianggap tidak berdaya.
Teror Susu
Beracun di Irak
Selama perang
Iran-Irak, laporan mengungkapkan bahwa pasokan susu bubuk yang diberikan kepada
anak-anak di sekolah-sekolah Irak telah terkontaminasi dengan zat beracun. Ini
bukan sekadar kecelakaan, tetapi strategi sistematis untuk meracuni ribuan
anak. Hasilnya? Keracunan massal, kematian yang merajalela, dan gangguan
kesehatan permanen bagi mereka yang selamat.
Lebih jauh
lagi, strategi ini bukan hanya berdampak pada anak-anak. Dengan menghancurkan
generasi muda, mereka juga menghancurkan harapan bangsa untuk bangkit di masa
depan. Penyebaran penyakit, penurunan kecerdasan akibat gizi buruk, dan trauma
psikologis adalah efek berkepanjangan dari taktik kejam ini.
Genosida
Senyap di Afrika Selatan
Di bawah rezim
apartheid Afrika Selatan pada 1980-an, anak-anak kulit hitam dipaksa
mengonsumsi makanan yang telah dicampur dengan zat kontrasepsi dan bahan kimia
lain yang merusak sistem kekebalan tubuh mereka. Ini bukan hanya diskriminasi,
tetapi genosida senyap. Dengan cara ini, penguasa kolonial memastikan bahwa
populasi kulit hitam tetap terkendali dan tidak menjadi ancaman bagi dominasi
mereka.
Dokumen rahasia
yang kemudian terungkap menunjukkan bahwa para ilmuwan dan dokter yang bekerja
untuk pemerintah apartheid secara aktif meneliti cara-cara untuk mengendalikan
populasi kulit hitam. Mereka bukan hanya mencegah kelahiran, tetapi juga
memastikan bahwa anak-anak yang telah lahir tumbuh dalam keadaan yang lemah dan
tidak dapat melawan ketidakadilan yang mereka hadapi.
Makanan
Beracun di Afghanistan
Ketika Uni
Soviet menginvasi Afghanistan, mereka memberikan makanan gratis kepada
anak-anak dan pejuang. Tapi ada jebakan di dalamnya: makanan tersebut telah
diracuni. Tubuh mereka melemah, kesehatan mereka memburuk, dan banyak yang mati
perlahan-lahan. Apa yang tampak seperti bantuan kemanusiaan ternyata adalah
strategi penghancuran terselubung.
Mereka yang
selamat dari racun ini sering mengalami penyakit kronis dan masalah kesehatan
yang tidak terdiagnosis dengan baik. Racun yang diberikan bukan hanya membunuh
secara langsung, tetapi juga menimbulkan efek jangka panjang yang memastikan
bahwa bangsa Afghanistan tetap bergantung pada bantuan luar.
Pola yang
Selalu Berulang
Dari waktu ke
waktu, strategi penjajah tetap sama: datang dengan dua wajah. Satu tangan
menindas, sementara tangan lainnya menawarkan "kebaikan." Mereka
membunuh, merampas, dan menindas, tetapi di saat yang sama, mereka membangun
jalan, sekolah, rumah sakit, dan membagikan makanan. Ini bukan karena
kepedulian, melainkan taktik agar kita tetap tunduk dan bergantung kepada
mereka.
Sejarah
membuktikan bahwa makanan bukan hanya tentang kelangsungan hidup, tetapi juga
alat politik dan kontrol. Apa yang kita konsumsi bisa menjadi senjata yang
lebih mematikan daripada peluru jika kita tidak memahami motif di baliknya.
Pelajaran
untuk Masa Kini
Soekarno pernah
berkata, "Jangan sekali-kali percaya pada manisnya kata-kata penjajah.
Mereka hanya ingin kita lupa bahwa kita masih dijajah." Sejarah telah
membuktikan bahwa penjajah tidak pernah memberi makanan secara cuma-cuma tanpa
motif tersembunyi. Mereka bisa memberi makan gratis, tetapi tidak akan pernah
memberikan pendidikan yang membebaskan.
Dalam dunia
modern, praktik serupa masih berlangsung, meskipun dalam bentuk yang lebih
halus. Bantuan pangan global sering kali dikendalikan oleh kepentingan politik.
Banyak negara berkembang tetap terjebak dalam ketergantungan terhadap impor
pangan, sehingga mereka tidak memiliki kendali atas kebutuhan dasar mereka
sendiri.
Kesadaran adalah Bentuk Perlawanan
Inilah siasat
licik mereka: mengendalikan tubuh dan pikiran kita agar tetap dalam kurungan
tanpa menyadarinya. Kita mungkin tidak melihat rantai yang mengikat kita,
tetapi jika kita masih menerima makanan dari tangan penjajah, maka kita harus
bertanya: Apa yang mereka sembunyikan di dalamnya?
Perlawanan
terhadap penjajahan bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan kesadaran.
Jangan biarkan generasi mendatang menjadi korban strategi licik yang sama.
Karena jika kita masih menerima makanan dari tangan penjajah, maka kita harus
menyadari bahwa harga yang kita bayar mungkin jauh lebih mahal daripada yang
terlihat di permukaan.