Pernyataan Sikap: Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WEST PAPUA) 1 Juli 2024

 

Salam Pembebasan Nasional Bangsa West Papua!

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak

Wa…wa…wa…wa…wa…wa..wa..wa..wa..wa!

Proklamasi 1 Juli 1971 merupakan bagian tak terpisahkan dari proses Dekolonisasi yang di interupsi oleh Penjajahan Indonesia atas West Papua!

Proklamasi 1 Juli 1971 merupakan momentum penting bagi rakyat dan bangsa West Papua. Proklamasi ini menghasilkan kelengkapan-kelengkapan sebagai sebuah Negara, atas hal-hal yang belum dihasilkan pada saat deklarasi kemerdekaan 1 Desember 1961, karena diinterupsi oleh adanya operasi militer Trikora pada 19 Desember 1961 atas perintah Soekarno.

Jika pada Deklarasi Kemerdekaan 1 Desember 1961, Nieuw Guinea Raad (Dewan Perwakilan Rakyat Papua saat itu), telah menghasilkan Bendera, Lambang Negara, lagu kebangsaan, mata uang, dan slogan. Selanjutnya, pada 1 Juli 1971 menghasilkan Proklamasi, Konstitusi Negara, susunan Kabinet Pemerintahan, Tentara Pembebasan Nasional (TPN). Dimana, Zet Yafet Rumkorem menjabat sebagai Presiden dan Jacob Prai sebagai Wakil Presiden saat itu. 

Proklamasi 1 Juli 1971 merupakan bagian tak terpisahkan dan konsekuensi dari proses Dekolonisasi. Sebagaimana yang ditetapkan oleh Belanda pada 16 Maret 1961 dalam Sidang Parlemen Belanda dimana Mr. Bot (Wakil Menlu Belanda Urusan Nieuw Guinea) menyusun program 10 tahuhn pembangunan sebagai langkah persiapan penyerahan kedaulatan ke tangan rakyat dan bangsa West Papua.

Pemilihan umum untuk memilih anggota Nieuw Guinea Raad (Dewa Perwakilan Papua) pada 18-25 Maret 1961 di Holandia (kini Jayapura) merupakan langkah awal realisasi dari rencana 10 tahun penyerahan dan pengakuan kedaulatan bangsa West Papua.

Akan tetapi proses yang tengah berjalan ini, terutama ditunjukan dengan adanya deklarasi kemerdekaan 1 Desember 1961, dan masuknya West Papua dalam daftar dekolonisasi PBB sebelumnya, telah diganggu dengan adanya operasi militer Trikora 19 Desember 1961.

Keputusan perang yang dibacakan oleh Soekarno di alun-alun Yogyakarta itu guna merebut Irian Barat, didasarkan pada klaim atas wilayah West Papua yang harus masuk ke wilayah NKRI. Meski, saat Konferensi Meja Bundar (KMB), 2 November 1949, yang menghasilkan pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka dari penjajah Belanda, telah disepakati bahwa West Papua tidak masuk dalam wilayah yang masuk dalam wilayah Indonesia. Sebab secara administratif, penjajahan West Papua berbeda dengan administrasi penjajahan Belanda di Indonesia. Administrasi penjajahan Belanda atas West Papua (Netherland Nieuw Guinea) berbasis di Hollandia (Jayapura), sedangkan terhadap Indonesia (Netherland East Indies) berbasis di Batavia (Jakarta).

Operasi militer tersebut kemudian berujung perundingan di antara Belanda dan Indonesia dengan difasilitasi oleh Amerika, namun tak melibatkan perwakilan dari West Papua—sebagai pemilik wilayah yang disengketakan itu sendiri. Perundingan ini sudah salah sejak dari awal. Begitu pula hasilnya. Perundingan ini kemudian dikenal dengan nama New York Agreement (15 Agustus 1962). 

Perjanjian New York menghasilkan beberapa kesepakatan diantaranya: sejak ditetapkan sampai 1 Mei 1963 West Papua berada di bawah United Nations Temporary Executive Administration (UNTEA); sejak 1 Mei 1963, Papua Barat berada dibawah perwalian Pemerintah Indonesia; sebelum akhir tahun 1969 menyelenggarakan tindakan pilihan bebas secara satu orang satu suara.

Akan tetapi, di bawah perwalian Indonesia, rakyat Papua Barat semakin menerima represi, terutama setelah tergulingnya Soekarno dan berkuasanya Jenderal Soeharto. Act of Free Choice secara one man one vote tersebut, secara sepihak dirubah oleh pemerintah Indonesia melalui sistem musyawarah. Hanya 1025 orang saja dari total populasi penduduk Papua Barat yang kala itu mencapai kurang lebih 800.000an ,yang terlibat dalam proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). PEPERA yang dilakukan sejak Maret 1969 hingga 2 Agustus 1969, sesungguhnya diakukan dengan penuh tekanan militer. Sebab Ali Moertopo saat itu sangat khawatir Indonesia akan mengalami kekalahan. Maka dari itu, hasil dari PEPERA itu sendiri telah melanggar Perjanjian New York, oleh karena itu Tidak Sah. Sehingga, keberadaan Indonesia di Papua Barat pun Ilegal.

Berangkat dari fakta sejarah tersebut, diselenggarakanlah Kongres Rakyat Papua di Desa Waris, Jayapura (kemudian dikenal sebagai Markas Viktoria), yang menghasilkan Proklamasi 1 Juli 1971. 47 tahun yang lalu. Proklamasi 1 Juli 1971 ini memiliki arti penting, yakni: pertama, sebagai upaya menekankan kembali proses dekolonisasi itu sendiri; kedua, menekankan ilegalitas keberadaan Indonesia atas perekonomian rakyat dan Papua Barat; ketiga, menjadi penanda keberlanjtan perjuangan menekan West Papua; keempat, mempersatukan fragmen-fragmen perjuangan menekan West Papua.

Memperingati hari proklamasi 1 Juli 1971 merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan melawan lupa, perjuangan melawan tipu muslihat PEPERA 1969, perjuangan menegaskan proses dekolonisasi yang menjadi tanggung jawab PBB itu sendiri, perjuangan identitas rakyat Papua sebagai sebuah bangsa, dan melawan genosida perlahan-lahan itu sendiri.   

Dengan melihat catatan Sejarah Rakyat dan Bangsa West Papua yang terus berjuang hingga saat ini dan bertepatan dengan peringatan hari Proklamasi West Papua, maka Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan sikap:

1.       Memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Solusi Demokratik bagi Bangsa West Papua

2.       Menuntup dan menghentikan aktivitas eksploitasi semua perusahaan MNC milik negara-negara Imperialis; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh Tanah Papua.

3.       Tarik pasukan TNI-POLRI organik dan non organik dari tanah Papua Barat

4.       PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa Papua Barat.

5.       Jaminan Kebebasan Jurnalis dan Akses Informasi di Papua

Demikianlah pernyataan sikap ini. Kami tujukan kepada seluruh Rakyat Papua untuk bersatu dan berjuang merebut cita-cita Pembebasan Sejati Rakyat dan Bangsa Papua Barat. Atas perhatian dan dukungan seluruh Rakyat Papua, kami mengucapkan terima kasih.

Salam Pembebasan Nasional Papua Barat!


Konferensi Pers: Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) & Front Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-WP) Jakarta, 01 Juli 2024.

 

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

berikan kami komentar yang bersifat membangun

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama