Transformasi Pendidikan di Papua Menuju Penghapusan Sistem Gaya Bank.

“Guru-guru kita kini bukan lagi pahlawan tanpa jasa, melainkan pahlawan yang tak bernilai”

“Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia”. (Nelson Mandela).

“Guru tentu saja seniman, namun menjadi seniman bukan berarti bisa membuat profil, bisa membentuk siswanya. Yang dilakukan pendidik dalam mengajar adalah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menjadi dirinya sendiri”. (Paulo Freire)

 Seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan adalah senjata ampuh untuk menguba dunia. Sehingga banyak orang di luar sana sering menggunakan ilmu yang mereka pelajari untuk hal-hal baik terutama untuk mencerdaskan dan memanusiakan manusia lain. Orang-orang yang sangat berperan penting dalam mendidik adalah Orang tua, Guru, dan motivator-motivator lain di dunia.

Namun menurut penulis guru terbaik adalah realitas yang mampu mendidik dan medewasakan peserta didik untuk dapat memahami dirinya dari situasi itu. Misalnya, pengetahuan tentang “Alam” “Air” “Kayu” “Batu” “Tali rotan” dan lainya yang berbeda dengan peserta didik. Kusus untuk papua kurikulum di Indonesia mengajarkan kita bahwa, air adalah air, atau tali adalah tali dan menghilangkan esensi dan makna yang seharusnya. Sehingga, yang seharusnya kita pelajari adalah bagaimana mengelola udara, apa pentinya udara bagi kehidupa, fungsi rotan dalam pembuatan rumah dan lainya. Namun, gaya bank pendidikan di papua menghilangkan esensi dari kenyataan itu lalu mengubah cara pandang peserta didik ke arah yang berputar. 

Kemudian menurut penulis, gerakan-gerakan yang mampu mengorganisir masa dan mendidik rakyat dari jalanan juga guru terbaik yang melatih gaya bicara, melatih keberanian, dan menunjukkan kondisi ril untuk dapat dipahami oleh Manusia itu sendiri. Karena penulis menyadari bahwa, ada banyak sekali perbedaan yang sangat jauh. Dimana pendidikan formal yang dapat kita pelajri di sekolah mengahruskan kita untuk mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh sistem tertentu sehingga peserta didik sanagat amat kakuh dalam memahami materi. Karena pada praktiknya sistem memaksa peserta didik untuk menerima teori-teori yang diberikan oleh pendidik. Ibaratnya (anak bayi di suruh makan nasi). Hal ini terus berlangsung terhadap generasi Papua saat ini, dimana satu hal yang sering terjadi adalah munculnya rasa takut peserta didik terhadap pendidik. Pendidik dianggap sebagai maha tau sehingga rasa takut yang muncul ini mematikan psiklogi peserta didik dalam kemajuan pendidikan mereka. Kemudian menjadi benalu dalam ingatan peserta didik seumur hidup.

Namun, bedahnya guru di lapangan (Jalanan) mengajarkan generasi Papua tentang realitas kehidupan Masyarakat dan kerasnya arus sistem kolonial yang memikat dan memenjarakan daya piker yang luas untuk melihat bangsa dan tanah airnya sendiri. Hal itu berkaitan dengan batin dan harga diri peserta didik, sehingga melahirkan manusia yang mampu berpikir kritis dan bermental baja dalam mengahadapi dunia yang semakin canggih. Lalu membuka dunia peserta didik dalam melihat masa depan bangsanya sendiri.

Pendidikan di Indonesia dijadikan sebagai tempat untuk menindas generasi, mengapa demikian, karena sistem pedidikan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia adalah pendidika gaya bank. Dimana dalam pendidikan gaya bank ini, guru-guru seolah maha tau tentang semua kurikulum dan materi-materi yang ada di dalamnya. Lalu  peserta didik dijadikan sebagai objek yang hanya datang duduk di kelas, menulis, menghafal, lalu pulang dan bingung sebenarnya point apa yang mereka pelajari di sekolah.

Paulo Freire dalam bukunya pendidikan alat perlawanan tekanan bahwa, sistem bank dalam pendidikan bertolak dari pandangan bahwa ada dikotomi antara manusia dan dunia. Manusia semata-mata hanya ada di dalam dunia dan bukan dunia Bersama-sama, manusia adalah penonton dan bukan pencipta kenyataan. Artinya jika manusia bersifat pasif terbuka menerima apa saja yang tidak berbau dengan kenyataan di luarnya. Manusia bukanlah subjek, tapi objek. Dengan demikian fitra ontologis manusia bukan menjadikan manusia sebagai mahluk yang utuh, namun menjadikan manusia sebagai benda yang dapat dikedalikan alias “Robot Hidup”.

Proses ini terus dipraktekkan di seluruh Indonesia termasuk di Papua. Siswa/I Papua yang terjebak dalam gaya pendidikan bank ini pasti akan sadar Ketika membaca buku/artikel, yang juga menentang tentang kenyataan ini. Karena berdasarkan pengalaman hampir semua peserta didik yang belajar di papua mengalami hal yang serupa. Yakni, ditahan di penjara pendidikan gaya bank. Sehingga proses ini melahirkan peserta didik yang merasa bukan apa-apa, lalu cenderung tidak percaya diri di hadapan para pendidik yang berlagak maha tau, unggul, dan ingin selalu didengarkan itu. Pendidik ini tak mempedulikan masa depan generasi. Kata “Mambangun Papua”menjadi semboyan palsu untuk melancarkan pembodohan di bidang pendidikan. Hal ini sangat megorbankan banyak generasi muda papua termasuk orang luar yang belajar di papua menjadi korban sistem pendidikan gaya bank.

Bank gaya pendidikan ini Ibarat tukang bengkel mengisi tabungan angin ke dalam ban mobil. Kemudian diterima oleh mobil sebagai objek yang notabenenya beda mati, lalu karena mobil adalah benda sehingga tugas mobil hanya terbatas pada mengisi/menerima dan menyimpan angin itu. Jadi, manusia di Papua hanya di isi seperti mobil tadi. Konsep ini menurut Freire, mengadaikan suatu hubungan dimana di satu pihak ada seorang tokoh, yaitu pendidik, yang selalu bercerita dan dianggap sebagai sumber dari segala ilmu. Di sisi lain ada peserta didik yang diwajibkan untuk patuh dan mengikuti apapun yang disampaikan oleh pendidik sebagai unggul. Sehingga, secara tidak langsung menjadikan peserta didik sebagai objek dan ditindas sesuka hati.

Sistem ini juga disebut dengan “pendidikan bercerita” dimana peserta didik diwajibkan untuk menghafal secara teratur isi materi yang disampaikan oleh guru/pendidik. Ciri yang menonjol dan sering dihadapi oleh siswa/I di sekolah adalah tentang kemenduaan kata-kata. Misalnya, Dia membaca buku dengan antusias, kemenduuaan (Dia membaca buku). Kemudian Jakarta adalah ibu kota Indonesia, kemenduaan (Jakarta adalah indonesi) atau 3x3 =9. Hal-hal ini peserta didik menghafal,mencatat, dan mengulangi kalimat/angak itu tanpa memahami makna sesungguhnya dalam ungkapan diatas.

Jadi di sini kita mengetahui satu faktor terhambatnya kemajuan pendidikan generasi papua. Yaitu, yang diinginkan oleh sistem pendidikan gaya bank di Indonesia sebenarnya bagaimana sistem ini dapat mengubah kesadaran peserta didik ke arah yang diinginkan Indonesia. Bukan mengubah keadaan yang membuat peserta didik tidak menyadari tentang realitas sistem pendidikan di papau. Dan bank gaya pendidikan ini telah berhasil mendorong peserta didik papua untuk pasrah menerima keadaan. Sehingga, semakin muda peserta didik ini digulingkan untuk menerima keadaan yang di tuntut meskipun itu hal yang salah. Yang mestinya pendidikan membuka candela dunia, Realita pendidika hari ini di Papua sebaliknya menurun tajam ke arah pembodohan, dan merawat sistem ini untuk orang Papua selalu merasa terbelakang.

Jadi, dalam sistem pendidikan bank, pendidik adalah sosok yang maha tau. Sedangkan peserta didik adalah objek yang tak tau apa-apa. Dalam hal tertentu pendidik dan peseta didik tak bisa pekerja bersama-sama untuk membangun pengetahuan. Dalam sistem ini, peserta didik dan pendidik tidak lagi setara dalam mencari pengetahuan. Mengapa harus kita kembali kaliat yang sama bahwa, pendidik adalah sosok yang maha tau, supaya generasi papua mengetahui ketidakadilan dalam sistem pendidikan di papua. Dan bila perlu peserta didik kembali mendidik pendidik yang merasa maha tau itu tentang cara belajar yang sesuai dengan kenyataan kehidupan mereka.

Karena selama proses pelajar sebenarnya peserta didik dan pendidik mempelajari kurikulum yang sama, yang artinya kurikulum itu baru ada dan pendidik pun bukan orang yang ahli di bidan itu. Sehingga, kesetaraan dalam mengetahui dan belajar bersama itu harus ditegakan. Dalam hal ini peserta didik dan pendidik mempunya status yang setara yakni, sama-sama belajar ilmu baru. Tak ada yang lebih tinggi dari standar ini, yang membedahkan hanay satu, pendidik mempunyai pengalam yang diluar dari kurikulum, sementara peserta didik hanya orang polos yang ingin menyesuaikan diri dalam bidang keilmuan.

Kemudian sistem ini juga menghasilkan pribadi yang muda terkendali,   kurang kreatif, tidak kritis, dan bingung mulai dari sisi mana. Lalu peserta didik Ketika masuk di jenjang yang atas mereka benar-benar merasakan dampaknya, dimana kebanyakan anak-anak Papua cenderung pengen tahu (kepo) dengan banyak hal. Jika ada Pelajaran baru semua ikut ke sana, tak bisa fokus pada jurusan yang mereka ambil. Lalu peserta didik yang diajarkan dalam pendidikan gaya bank ini sulit untuk beradaptasi dengan teori yang diberikan dosen dikampus, ini adalah dampak yang juga mempengaruhi besar di kalangan peserta didi yang mengadopsi pendidikan gaya bank. Sistem  yang tak mampu merekontruksi pemikiran peserta didik untuk memahami teori dasar dengan benar.

Berdampingan dengan keadaan di atas, metode ini juga terlepas dari situs dan penguasa kepentingan yang selalu mencoba untuk mensentralisasikan Indonesia dari sudut pandang mereka. Sehinga, pendidikan di papua sangat ambruk dan tak terarah. Sebab pendidikan tidak dapat dipahami semata-mata dalam kerangka metodelogi, melainkan bagaiman sistem sosial dan politik yang telah diterima menentukan perilakunya.

Fakta ini miris dan sangat sering terjadi di Papua, dimana beperapa penguasa daerah lebih mementingkan gaji militer daripada kesejahteraan guru. Kemudian banyaknya anggaran pendidikan yang dikorup. Korupsi anggaran pendidikan juga kian membuat mutu pendidikan sangat merosot di tanjam Papua. Korupsi bahkan telah menggoroti bangunan fisik sekolah   seperti,   Gedung SD, SMP, SMA/SMK, di Papua.

Sebagai contoh di sala satu kabupaten di papua. Yakni kabupaten Yahukimo, sekolah-sekola yang ada di pedalaman kabupaten Yahukimo papua, gedungnya menjadi abruk dan sekolahnya ditarik kembali ke ibukota kabupaten yahukimo Sumohai. Sebagian besar dibiarkan seperti bangunan tua, lalu peserta didik hanya bisa ikut ujian nasional hanya bermodal tau membaca dan meghitung satu dua sampai serratus, bukan perkalian bilangan matematika. Di sana peserta didik tak pernah menerima pelajaran layaknya siswa/I lain di jawan dan di luar papua lainya. Kemudian korupsi pula menjadi biang keladi munculnya pemalsuan sejumlah buku Pelajaran. Korupsi yang berlansung di lingkungan pendidikan kita kian numpuk dalam institusi pendidikan. Penguasa yang korup hanya bisa mengumbar janji-janji palsu yang tumpul di atas tafsiran namun, tak mampu memberikan bukti nyata dan tak mampu menyiapkan generasi yang penting untuk membangun daerahnya sendiri.

Pola kebijakan dalam institusi pendidikanpun memenuhi kepentingan pasar. Akhirnya, ada aktor struktural yang belakangan ini banyak mengintervensi kebijakan dalam dunia pendidikan. Disana-sini sistem pendidikan telah menampilkan Lembaga-lembaga pendidikan sehingga menghasilkan intrumen-instrumen pasar. Sehingga, kepentingan ini juga tidak hanya mentok di daerah-daerah namun, sampai berlanjut pada tingakat mahasiswa. Pola kebijakan pula biang munculnya pemalsuan data siswa untuk meraup keuntungan pribadi di lingkungan dinas pendidikan.

Banyak sekali aturan-aturan baru yang bermunculan dan menyulitkan mahasiwa dalam perjalanan pendidikan, aturan-aturan yang dibuat nampaknya tak masuk akal. Misalnya, penyaluran bantuan belajar, yang dulunya langsung disalurkan melalui organisasi pendukungnya agar dapat didistribusikan kepada pelajar dan mahasiswa. Namu, di ubah ke arah sistem akuntansi. Lalu Ketika siswa meminta tanda pengiriman bank, semua di sembunyikan oleh oknum-oknum yang bermain dibalik ini. Mahasiwa tak mendapatkan anggaran ini secara profesional, didalamnya masih terdapat sukuisme dan lainnya sehingga taka da pemerataan pada mahasiawa.

 Hal ini bisa terjadi akibat sistem pendidikan yang terstruktur dan dibarengi dengan masuknya kepentingan instansi pendidikan. Ini justru pendidikan kita di Papua sangat buruk dan dilemah bagi siswa. Ketika mahasiwa angkat suara terkait ketidakadilan dalam sistem dinas pendidikan, bahkan pelajar pun dianggap sebagai orang yang menghalang atau berpengaruh sehingga, dianggap pemberontak dan di kasih tanda merah oleh penguasa. Anggaran-Anggratan atas nama pendidikan hilang tanpa jejak. Sementara kontrak siswa, biaya siswa semester,   sekolah-sekolah di pedalam, gaji guru, buku-buku baru. Hal-hal ini menjadi objek yang tak ternilai. Untuk itu, yang   bisa membongkar aib para penghambat peserta didik dan jalanya pendidikan yang mutu, membutuhkan peserta didik yang kritis untuk merombak pola pikir para pengambil kebijakan ini.

Lebih parah lagi, arus besar ekonomi dan politik global yang seringkali mencengrkam daya kritis. Misalnya, beperapa kasusu membakar Gedung sekolah di Papua. Adakah kelas-kelas di sekolah kita yang bertanya mengapa Gedung Sekolah diserang? Atau dalam ligkup nasional, mengapa cara-cara militer seolah menjadi satu-satunnya jalan bagi pemaksaan etnis dan pergolakan di daerah yang sulit?

Tanpa daya kritis, mungkin kita semua tenggelam oleh “argumen besar” yang kadang-kadang menutupi akar permasalahan penting dibalik semua peristiwa besar itu. Sehingga kita dituntut untuk mengungkap kembali pesan kuat dibalik peristiwa sosial dan politik ini. Saatnya generasi papua bangkit dan lawan balik dengan ilmu-imu yang telah dipelajari selama menempuh pendidikan. Revolusi bukanlah sebuah apel yang matang lalu jatuh, Anda harus membuatnya jatuh (Che Guevara).

Luis Kabak dalam artikelnya yang berjudul ”Sebuah Harapan Sisitem Pendidikan Di Yahukimo” memberikan petunjuk bahwa, Sudah saatnya sistem pendidikan dapat sesuai dengan kenyataan kehidupan di Papua. Sesuai dengan tujuan pendidikan bahwa pendidikan dapat mengenalkan dan menyadarkan manusia pada kehidupan dan mengakui identitas mereka sebagai masyarakat adat atau sebagai orang Papua. Ini salah satu poin penting yang harus tetap ditekankan di Papua. Sebab, sistem pendidikan di Indonesia sangat diskriminatif dan tak pernah mengajarkan kita tentang kebenaran, tentang bagaiman orang papua menjadi diri yang berdiri di atas tanah sendiri lalu membangun bangsanya.

Di pulau jawa Siswa/I papua bisa   belajar tentang menghargai budaya dan bahasa jawa. Tetapi, tidak untuk Papua. Pendidikan di papua fokus pada bagaimana mendorong siswa/I papua untuk mencintai indonesia dengan berbagai pendekatan melalui pendidikan. Pendidikan menjadi mesin utama dalam mengindonesiakan generasi muda papua. Lalu mengabaikan tujuan utama pendidikan. Seperti, pengembangan potensi individu, pemberdayaan, peningkatan kualitas hidu, pemajuan masyarakat,pengembangan budaya dan lainya.

Yang paling penting di Papua bagaimana pendidikan berfungsi sebagai alat untuk melestarikan dan meneruskan budaya-budaya, nilai-nilai dan tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karena meskipun demikian banyak orang pandai dan berpendidikan tinggi datang dan mencoba membangun Papua dengan berbagai pengetahuan yang mereka miliki, dan berbagai pendekatan untuk membangun tanah Papua. Tetapi, tidak dapat memumpun bangsa ini. Kecuali orang Papua bangkit dan memimpin bangsanya sendiri. Hanya orang Papua yang mampu mempahami ketenangan identitas dirinya.

Solusi untuk membangun papua hanya bisa terjadi melalui pendidikan. Gerakan pendidikan di Papua harus dibangun dengan gagasan-gagasan radikal, diskusi, lapak baca, itu salah satunya. Revolusi tak akan terjadi jika kita masih terikat pada pendidika gaya bank. Perubahan kita harus ada kemajuan dan diskusi kita harus melahirkan satu gerakan bersama. Agar orang Papua mampu memahami tujuan kolonialisme di Papua. Yang hari ini menegaskan sebagai penyelamat. Lalu menawarkan hal-hal baru supaya orang papua terkecoh dan fokus pada siklus satu ikatan politik, kemudian politisasi segala bidang yang ada di papua supaya tak ada ruang gerak bagi orang papua.

Ikatan orang Papua seperti ikan dalam aquarim, yang mana hanya bisa bergerak sesuai keinginan kolonial Indonesia. Lebih sadis di bidang pendidikan yang terus dipahami dan dikendalikan sedemikian rupa. Diluar papua kita bisa belajar tentang sejarah dan politik bangsa lain, kemudian mendukung bangsa lain atas dasar “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Tetapi, pendidikan di Papua masih berputar pada NKRI harga mati dan Upaya-upaya kesadaran palsu demi mengindonesiakan orang Papua. Indinesi tak bisa memberikan kebebasan di bidang pendidikan bagi orang Papua untuk belajar mandiri, menganalisis, dan mengasilkan sesuatu dari pencapaian mereka sendiri. Orang Papua hanya bisa menjadi objek yang terus diarahkan seperti Kompas. Hari ini lurus dan besok di arahkan ke kiri atau kanan tak terarah masih abu-abu bersama kolonial Indonesia.

Hegemoni politik telah melonturkan daya pikir manusia papua untuk berfikir kritis dalam melihat tanah airnya, kini orang papua menjadi manusia instan yang menunggu hasil jadi untuk dinikmati dan terus mengemis kepada kolonial indonesi. Hal serupa yang dikatakan Dr Benny Giyai benar. Bahwa, kita orang Papua hanya bergaya di dalam penjara. Hidup orang papua digadaikan denga uang, apapun yang diberikan Jakarta diterima tanpa memikirkn dampak bagi masa depan bangsa papua. Sistem pendidikan mengotori semua itu. Sehingga buta huruf dan angka kemiskinan menjadi besar kehidupan ketergantngan orang papua terhadap Indonesia, dan ini dianggap hal biasa. Padahal ini adalah salah satu taktik kolonial untuk mematikan daya piker dan gerakan orang Papua untuk Merdeka salah satunya.

Perlu kita ketahui juga bahwa, di setiap negara penjajah. Buta huruf, angka kemiskinan, dan rasisme terkadang digunakan sebagai senjata ampuh untuk mempertahankan dan menjajah bangsa lain. Samahalnya juga di Indonesia. Sistem pendidikan, rasisme, militerisme di Indonesia secara masif dan menjadi kekuatan utama untuk menjajah Papua. Kondisi ini juga semakin meningkat dan memaksa kita untuk terus tunduk pada sistem kolonial yang kotor dan arogan. Perubahan tidak akan datang dari atas, melainkan perubahan itu akan terjadi dari kesadaran masyarakat akar rumput yang terorganisir.   

 

Referensi.

https://www.liputan6.com/hot/read/5478678/160-kata-kata-pendidikan-yang-inspiratif-bangkitkan-semangatbelajar#:~:text=%22Education%20is%20the%20most%20powerful,dapat% 20digunakan%20untuk%20mengubah%20dunia .)

https://civiceducator.org/paulo-freire-quotes/

Pendidikan Alat Perlawanan,Tteori pendidikan radikalPauloFreire

https://laolao-papua.com/2021/10/31/sebuah-harapan-sistem-pendidikan-di-yahukimo/

https://www.bola.com/ragam/read/4278709/30-kata-kata-bijak-che-guevara-bisa-mengubah-hidupmu


Foto: Ilustrasi Bank Pendidikan Gaya, Sumber:  https://geotimes.id/opini/bahaya-feodalisme-menggerogoti-sistem-pendidikan-indonesia/

 

 

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

1 Komentar

  1. Proses pembelajaran tahun lalu beda dengan tahun sekarang maka pengetahuan anak bangsa terus membawa politik yang ilegal.

    BalasHapus
Posting Komentar
Lebih baru Lebih lama