Foto: Masa Aksi Front Justice for Tobias Silak: Desak Pengungkapan dan Proses Hukum Tuntas terhadap Pelaku Penembakan, Jayapura 20 Mei 2026.
Jakarta, Media Rakyat Anak Panah Marapna —
Front Justice for Tobias Silak resmi menyelesaikan rangkaian kegiatannya dengan
menyampaikan pernyataan sikap yang mengecam keras lambannya proses hukum dan
tidak transparannya penyelidikan terhadap kasus penembakan Tobias Silak,
staf Bawaslu Kabupaten Yahukimo, yang terjadi pada 20 Agustus 2024.
Tobias diduga menjadi korban penembakan oleh aparat
gabungan Operasi Damai Cartenz di Jalan Sekla, Yahukimo, Papua. Aksi ini
dinilai sebagai bagian dari pola kekerasan sistematis terhadap warga sipil di
Papua yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Dalam pernyataannya, Front Justice menyoroti buruknya
penegakan hak asasi manusia (HAM) di Papua yang jauh tertinggal dibandingkan
wilayah lain di Indonesia. “Papua menjadi ladang kekerasan, tempat peluru
bicara lebih cepat daripada keadilan,” demikian bunyi salah satu bagian
pernyataan sikap.
Tolak "Bayar Kepala", Tuntut Keadilan
Sejati
Pasca penembakan, pihak keluarga dan perwakilan dari 12
suku di Yahukimo menolak segala bentuk "bayar kepala" atau
penyelesaian adat yang ditawarkan oleh aparat kepolisian, dan memilih untuk
menempuh jalur hukum.
Meski begitu, proses penyidikan dinilai tidak menunjukkan
kemajuan berarti. Hasil investigasi Komnas HAM RI yang dilakukan pada
24–26 September 2024 baru diumumkan secara tertutup kepada keluarga korban pada
17 Desember 2024, setelah tekanan dari aksi serentak yang digelar di Papua dan
sejumlah wilayah Indonesia.
Tim penyidik Polda Papua telah memeriksa 36 saksi dan
menyita sejumlah barang bukti. Namun, hanya dua tersangka yang ditetapkan,
yaitu Fernanfo Alexander Aufa dan Muh. Kurniawan Kudu yang
merupakan anggota Brimob Polda Papua. Sementara dua pelaku lainnya yang diduga
berada di level komando tidak dijelaskan status hukumnya.
“Polda Papua justru terlihat melindungi pelaku di level
komandan dan memperlambat proses hukum,” tegas Herliana Sobolim, Koordinator
Front Justice.
Tuntutan Tegas kepada Negara dan Aparat
Front Justice mencatat beberapa kejanggalan dalam proses
hukum, antara lain lambatnya penanganan perkara, penggunaan pasal yang dinilai
terlalu ringan, serta tidak digunakannya pasal 340 KUHP tentang pembunuhan
berencana dan pasal 55 KUHP tentang turut serta.
Mereka juga menilai bahwa kasus ini seharusnya diproses
melalui Pengadilan HAM sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000 karena
memenuhi unsur pelanggaran HAM berat yang sistematis dan meluas.
Berikut adalah sembilan tuntutan utama yang
disampaikan oleh Front Justice for Tobias Silak:
- Komnas
HAM RI dan Kepolisian RI harus mengungkap aktor
penembakan di level komando.
- Penggunaan
pasal Pembunuhan Berencana (Pasal 340) dan Turut Serta (Pasal
55) terhadap pelaku komando dan pelaku lapangan.
- Proses
hukum dilakukan secara transparan dan terbuka untuk umum, dengan
akses bagi keluarga dan masyarakat Papua.
- Vonis
maksimal terhadap pelaku serta pemecatan dari
kesatuan. Juga diberikan kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi kepada
keluarga korban.
- Kecaman
terhadap tim penyidik yang diduga masih melindungi pelaku di level
komando.
- Jaksa
Penuntut Umum segera mempercepat proses persidangan dan
melimpahkan berkas ke Pengadilan Negeri Jayapura.
- Karena
alasan keamanan di Wamena, keluarga korban meminta sidang dipindahkan ke
Jayapura.
- Hentikan
segala bentuk pembunuhan di luar hukum (extrajudicial killing) di
tanah Papua.
- Jika
tuntutan tidak dipenuhi, Front Justice mengancam akan melakukan
mobilisasi massa di seluruh wilayah Indonesia dan Papua.
“Pernyataan ini kami sampaikan dengan penuh tanggung jawab.
Jika keadilan tidak ditegakkan, kami akan terus bergerak,” tegas Herliana
Sobolim.
Laporan: Marapna
Editor: Sehend Sama