Korban Tirani: Dampak Merugikan dari Penyimpangan Politik terhadap Masyarakat Papua.

“Konflik Pasca-Pemilihan dan Ketegangan Sosial di Papua: Mempertanyakan Perlindungan Aparatur Negara dan Mencari Solusi Melalui Hukum Adat”

Oleh. Kelvin Molama.

Akhir-akhir ini, pasca pemilihan anggota legislatif dan eksekutif, terjadi situasi yang menengankan di Masyarakat. Dalam konteks Papua, bahkan ketegangan sudah ada sejak kegiatan kampanye oleh para calon. Perpecahan antara kubu yang satu dengan yang lainnya tak bisa dihendalikan lagi.

Masing-masing kubu ingin memenangkan calong yang dijagokan yang mungkin saja didasarkan pada ikatan persaudaraan, seperti om, ipar, sekampung, sedistrik, sampai pada kepentingan pribadi.

Ketegan pasca pemilihan tidak hanya terjadi pada tahun ini. Setiap tahunnya, ada saja ketegangan yang memakan korban dalam bentuk harta benda sampai nyawa seklipun. Politik praktis bahkan memutuskan rasa persaudaraan luhur yang diwariskan nenek moyang orang papua itu sendiri. Hubungan kekeluargaan yang dilestarikan ratusan bahkan ribuan tahun terpecah bela dalam kepentingan lima tahunan. Sangat miris!

Data dari “Gugus Tugas Papua Universitas Gadjah Mada” menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 hingga 2023, terdapat 505 konflik di Papua. Pola pemilu lima tahunan diikuti dengan meningkatnya konflik, khususnya tahun sebelum pemilu. Motif konflik termasuk sosio-kultural, politik lokal, ekonomi, dan separatisme. Separatisme adalah penyebab utama kekerasan yang diikuti oleh motif sosio-kultural. Tindakan kekerasan terjadi di berbagai tahapan pemilu, termasuk membekukan kantor pemerintahan hingga kantor KPU itu sendiri.

Beberapa kasus di beberapa kabupaten di Papua mencakup konflik yang terjadi selama tahapan pemilu, seperti pendaftaran, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, dan perhitungan suara. Contoh kasus meliputi:

·       Pada Pilkada Kabupaten Puncak tahun 2011, perang antar pendukung calon Bupati yang diusung oleh Partai Gerindra berakhir pada perang saudara, menghasilkan 51 warga sipil.

·       Pada Pilkada Kabupaten Tolikara tahun 2012, perseteruan antara pendukung kedua kandidat Bupati berakhir dengan konflik fisik, yang mengakibatkan satu orang terbunuh dan lainnya luka-luka.

·       Pada Pilkada Kabupaten Puncak Jaya tahun 2017, acara bakar batu berakhir pada konflik karena salah paham, menyebabkan satu orang terbunuh dan 12 luka-luka.

·       Pada Pilkada Kabupaten Puncak Jaya tahun 2012, terjadi baku tembak antara aparat keamanan dan tentara transmisi nasional Papua Barat (TPN-PB) saat pemungutan suara, menunjukkan intensitas kelompok senjata yang mengganggu pemilu.

Serangkaian tindakan kekerasan, termasuk pembakaran kantor pemerintah dan penggembalaan, terjadi di beberapa tempat lain seperti Kabupaten Yahukimo dan Fakfak Tengah, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan.

Konflik-konflik ini menunjukkan eskalasi kekerasan yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan politik di Papua serta menjelang persiapan menjelang Pemilu 2024.

Selain itu, di beberapa wilayah seperti Lany Jaya, Yahukimo, Tambraw, Yalimo, dan beberapa kabupaten di Papua masih dalam situasi yang menegangkan pasca pemilu tahun 2024 ini.

Pada dasarnya, setiap konflik di Papua itu terjadi mata ganti mata. Artinya, kedua pihak bela akan merasa puas jika sudah saling membalas. Kalau belum sampai di titik tersebut, balas dendam itu akan terus ada. Hanya tunggu saat yang tepat saja untuk melakukan pemblasan. Hal ini sudah berlaku sejak dulu, misalnya di salah satu suku, mereka tidak memberikan sanksi tetapi lebih memilih balas dendam. Secara tidak langsung, dari hal ini kita bisa katakana hukum kolonial tidak mampu mengatasi masalah-masalah tersebut meskipun sudah 6 dekade pendudukan di Papua.

Pihak aparatur, dalam hal ini TNI dan Polri tidak menjalankan tugas mereka dengan baik. Mereka melakukan pembiaran sehinggan banyak korban nyawa dalam setiap agenda pemilihan calon legislatif dan eksekutif. Fenomena ini sangat menarik ketika kita memilah bagaiaman aparat menangani permasalahan misalnya yang berkaitan dengan masalah sejarah dan politik papua dibandingkan dengan masalah-masalah konflik horizontal antara OAP (Orang Asli Papua). Mereka justru melakukan pembiaran dan tidak peduli.

Kalau memang tugas utama aparatur negara adalah melayani dan mengayomi Masyarakat, maka seharusnya tidak ada pembiaran dan konflik horizontal yang memakan banyak korban jiwa orang asli Papua setiap tahunnya. Tetapi kita patut menilai posisi dan tugas mereka, apakah mereka mengabdi dan melindungi (OAP) atau justru sebaliknya?

SItuasi ini sangat kontradiksi Ketika aparat yang seharusnya netral dan tidak memilih Masyarakat berdasarkan SARA, tetapi praktik mereka di Papua lebih mengutamakan agenda negara dibandingkan menegakan hukum terhadap pelaku kekerasan sesama (OAP).

Ksesimpulan.

Orang asli Papua harus sadar, baku jaga dan baku sayang. Para politikus yang rakus kekuasaan dan menghalalkan segala cara harus mendidik rakyat dengan politik yang sehat. Hukum negara Indonesia tidak berlaku bagi orang Papua, terutama dalam konflik-konflik horizontal, kecuali perlawanan rakyat Papua kepada   penguasa (veritkal) sejak tahun 1961 sampai hari ini. Semuanya Kembali pada orang papua itu sendiri, mulai dari bagaimana kita harus menjaga diri, saudara, komunitas, sampai seluruh tanah air Papua Barat. Penjajah tidak akan pernah menggunakan hukumnya jika tidak ada kepentingan yang menguntunkan atau mengganggu eksistensinya.

Hukum adat adalah solusi terbaik untuk mengganti hukum kolonial yang diskrimintif dan tidak adil terhadap OAP.

 Sumber:

1.       https://theconversation.com/riset-di-papua-tahun-pemilu-selalu-disertai-dengan-meningkatnya-kekerasan-217188

2.     https://www.suara.com/tekno/2022/06/13/204452/studi-gtp-ugm-pelaku-kekerasan-terhadap-oap-di-papua-didominasi-oleh-kkb

 


Foto Ilustrasi: Pemimpin Tirani yang mengendalikan kekuasaan sesuka hati.

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama