Wamena Berdarah dan Wajah Militerisme di Papua.

 "Menolak Lupa Wamena Berdarah 06 Oktober 2000"

Oleh, Sehend Sama.

Pengantar.

Kekerasan militerisme mengacu pada penerapan kekuatan militer atau pendekatan yang sangat agresif dalam urusan internasional, seringkali dengan penekanan yang kuat pada penggunaan kekuatan militer sebagai solusi untuk konflik. Ini dapat melibatkan tindakan seperti invasi militer, aneksasi wilayah, penggunaan senjata nuklir, atau agresi militer lainnya sebagai cara untuk mencapai tujuan politik atau ekonomi.

Kekerasan militerisme sering dianggap sebagai pendekatan yang kontroversial dalam hubungan internasional karena sering kali melibatkan pengorbanan besar-besaran dan berdampak negatif pada rakyat dan stabilitas regional. Lebih sering daripada tidak, ini dapat menyebabkan ketegangan antarnegara dan bahkan konflik bersenjata.

Sebagai alternatif, banyak negara dan komunitas internasional telah bekerja sama dalam rangka mempromosikan perdamaian, diplomasi, dan resolusi konflik yang damai sebagai cara yang lebih baik untuk menangani ketegangan antarnegara. Organisasi seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) berupaya untuk memediasi konflik dan mendorong negosiasi diplomatik sebagai cara untuk menghindari kekerasan militerisme.

Kekerasan militerisme sering kali menimbulkan dampak yang sangat serius dan merugikan, dan oleh karena itu banyak upaya dilakukan untuk mencegahnya dan mempromosikan perdamaian serta keamanan internasional.

Kemudian militerisme juga salah satu senjata ampuh yang digerakan oleh negara untuk menguasa suatu wilayah dengan dalil pengamanan negara. Namun didalamnya ada kepentingan tersendiri dimana penguasa menggunakan militer untuk menganeksasi wilayah atas kepentingan imperialis kapitalis dan pejabat negara yang korup.

Dalam tulisan ini, penulis akan menulis pendapat tentang militerisme dan kekerasan lainya yang terjadi di wilayah Paupua. Dimana negara kerap kali menggunakan meltier sebagai antek untuk membunuh psikologi masyarakay papua dengan  menggunakan  NKRI harga mati sebagai  slogan paksaan agar mencintai indonesi tanpa rasa.

Wamena Berdarah.

Hari ini 06 Oktober 2023, Kembali mengingatkan kita bahwa kedatangan Indonesia di papua membawa luka tanpa rasa bersalah. Peristiwa wamena berdarah Tahun 2000 adalah peristiwa kejam yang telah menjadi luka batin bagi rakyat papua. Sejak 20 tahun berlalu Peristiwa Wamena Berdarah, tidak ada kemajuan signifikan atas penuntasan kasus pelanggaran HAM berat tersebut. Impunitas atas kasus ini menyisakan luka traumatis tidak hanya pada korban, tetapi juga pada situasi papua hari ini yang menghawatirkan adanya keberulangan peristiwa. Peristiwa wamena berawal ketika masyarakay sipil papua, dikejutkan dengan penyisiran terhadap 25 kampung dan desa.

Peristiwa wamena berdarah pada 06 Oktober itu dilakukan atas inruksi langsung oleh Presiden ke-05 Megawati Soekarnoputri setelah menggantikan Gusdur yang adalah Presiden sebelumnya, kemudian Megawati mengintruksi langsung agar bubarkan satgas dan penurunan bendera Bintang Kejora waktu itu.

Hasil penyelidikan Komnas HAM atas peristiwa ini menyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran HAM yang berat yang mengakibatkan warga sipil menjadi korban, sedikitnya 4 (empat) orang tewas, 39 orang terluka akibat penyiksaan, sebanyak 5 (lima) orang menjadi korban penghilangan paksa dan satu orang menjadi korban kekerasan seksual. Sejak 2004 berkas penyelidikan ini telah dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung guna ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dan penuntutan. Namun lagi-lagi hanya bolak-balik berkas yang terjadi antara Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.

Kemudian Indonesia sebagai negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan pun tak pernah menyelesaikan kasus ini. Dari presiden ke presiden hanya ada janji manis yang tumpuk diatas tasiran. Lemahnya kemauan politik Pemerintahan Joko Widodo terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM Berat menjadi kekhawatiran bagi korban dan keluarga korban, karena kasus-kasus tersebut berpotensi akan terus diabaikan penyelesaiannya oleh pemerintah dan berpotensi terus berulang dengan pola kekerasan yang cenderung sama. Terlebih lagi, situasi Papua kian hari kian mencekam dengan penurunan pasukan yang tidak jelas tujuannya. Serta, kematian warga sipil yang terjadi akibat konflik antara TNI/Polri dengan TPN-OPM.

Peristiwa Wamena Berdarah  hanya satu dari sekian banyak peristiwa pelanggaran HAM di tanah Papua yang belum terselesaikan. Bahkan hingga hari ini, pola kekerasan dan pelanggaran HAM yang serupa terus terjadi; penggunaan pendekatan keamanan yang militeristik seperti pembakaran, penyisiran ke rumah warga dengan cara intimidatif, diikuti dengan penangkapan, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan dan penembakan di luar prosedur hukum, penggunaan kekuatan atau senjata api secara berlebihan hingga pembubaran aksi damai yang disertai kekerasan, penangkapan dan penahanan. 

Militerisme di Papua.

Papua adalah salah satu daerah dari banyak wilayah  di indonesi yang masuk dalam daftar zona merah, sejak papua dicaplokan ke dalam negara kolonial Indonesia banyak sekali tipu daya yang terus bertumbuh di papua, sebagai jalan untuk mempertahankan bangsa papua dari tuntutan untuk merdeka. Hal ini menjadi kebiasaan Indonesia yang terus luncurkan dengan berbagai taktik agar selalu dilihat sebagai penyelamat. Kemudian dengan pendekatan  yang dangkal dandengan  taktik yang tak tentu arah  ini melahirkan Dua senjata yaitu, Otsus dan DOB.

Kemudian kedua senjata ini memainkan peranannya masin-masing, dimana Otsus dengan pasal-pasalnya membuka DOB tanpa syarat dan ketentuan yang jelas. Lalu ketidak jelasan ini menambah ketidak percayaan masyarakat papua terhadap negara, yang terkesan memaksa dan arogan terhadap sesuatu yang ia inginkan itu tanpa melihat keinginan rakyat papua. Seolah-olah menjadikan orang papua sebagai minoritas diatas tanahnya sendiri, seperti yang dikatan Pastor Frans Lieshout, “Orang Papua telah menjadi minoritas di negeri sendiri. Amat sangat menyedihkan. Papua tetaplah luka bernanah di Indonesia.” (2020:601)

Dan Pastor Mengambarkan tentang siapa sebenarnya Indonesia. Menurutnya wajah Indonesia dari semula adalah wajah kekuasaan Militer. Dari pengalaman Pastor Frans kita melihat hari ini bahwa militerisme itu tumbuh subur di tanah papua. Memang kita harus akui bahwa, keberadaan Indonesia memang membawa malapetaka dan illegal dengan mengiming-iming kesejahteraan dan kemajuan. Padahal kenyataanya Operasi Militer terus terjadi, penyisiran, penyiksaan,mutilasi,pembakaran, pemerkosaan, dan semua pelanggaran HAM it uterus mengalir seiring berjalanya waktu.

Tetapi negara tidak pernah mempedulikan pelanggaran kemanusiaan yang massif dan terstruktur itu, lalu Langkah apa yang bisa negara buat agar segala pelanggaran dan ketidaadilan itu bisa terselesaikan di tanah papua. Ada banyak cara yang bijak dan demokratis yang juga bisa menghapus luka batin rakyat papua. Kita bisa lihat dari salah satu tokoh indonesi yang juga mampu mengobati kerinduan rakyat papua pada zamanya , Walaupun hanya menjabat kurang lebih 20 bulan sebagai Presiden, namun Gus Dur mengambil beberapa langkah dan kebijakan penting untuk bangsa indonesia. Salah satu yang paling terkenang adalah upayanya untuk menyelesaikan konflik dan mendengarkan keluh kesah rakyat Papua.

“Pada 30 Desember 1999 dimulai jam 8 malam dialog dengan berbagai elemen dilakukan di gedung pertemuan gubernuran di Jayapura. Meskipun dengan cara perwakilan, tetapi banyak sekali yang datang karena penjagaan tidak ketat,” demikian dikutip dari artikel NU Online berjudul Alasan Gus Dur Ubah Nama Irian Jaya Menjadi Papua. Gus Dur kemudian mempersilakan siapa pun yang hadir pada malam itu untuk memberikan pendapat. Semua pendapat, baik yang mendukung kemerdekaan Papua, hingga yang memuji pemerintah didengarkan oleh Gus Dur. Setelah mendengarkan aspirasi masyarakat Papua, Gus Dur kemudian memutuskan untuk mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua.

Kemudian dari buku berjudul Gus Durku, Gus Durmu, Gus Dur Kita karya Muhammad AS Hikam, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Wiranto melaporkan pada Gus Dur tentang pengibaran bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM) Bintang Kejora. Gus Dur kemudian bertanya pada Wiranto, apakah dalam pengibaran tersebut, juga ada Bendera Merah Putih yang dikibarkan? “Ada hanya satu, tinggi,” sebut Wiranto. Gus Dur kemudian meminta Wiranto untuk membiarkan saja bendera Bintang Kejora berkibar. Gus Dur saat itu meminta Wiranto untuk menganggap bendera itu sebagai umbul-umbul.

Itu adalah beperapa Langkah yang dilakukan oleh Gus Dur untuk masyarakat papua pada zamanya, lalu apa solusi yang tepat untuk meyakinkan rakyat papua tentang kesejahteraan dan kemajuan. Dari dulu sampai saat ini tidak ada orang yang bisa menyelesaikan persoalan papua, walaupun negara mampu menyelesaikan persoalan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini tuntas. Lalu memangapa tidak dengan papua:

Penyelesaian konflik bisa dilakukan dengan proses yang kompleks dan bergantung pada sifat, penyebab, dan konteks konflik tersebut. Namun, ada beberapa pendekatan dan prinsip umum yang dapat digunakan untuk mencoba menyelesaikan konflik, terutama konflik yang tidak melibatkan kekerasan fisik. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan: Diplomasi: Pendekatan Hukum: Dialog: dan pendekatan Antropologis.

Kesimpulan.

Dalam semua kasus, tujuan akhir dari penyelesaian konflik adalah menciptakan kedamaian, menghindari kekerasan, dan memastikan bahwa konflik tidak merusak hubungan atau situasi yang terlibat. Ini dapat dicapai melalui kebebasan yang sejati, dalam UUD 1945 dengan jelas mengatakan bahwa: Kemerdekaan Ialah Hak Segala Bangsa Termasuk Bangsa Papua. Maka, solusi yang tepat  untuk menebus Dosa negara terhadap rakyat papua adalah dengan cara memberikan kebebasan penuh kepada rakyat papua untuk menetukan nasib sendiri, karena Undang-undang dasar negara menjamin hal tersebut.

Foto, Tragedi Wamena; Sumber Photo Goole.com

Referensi:

Kami bukan bangsa teroris: Dr. Socratez S. Yoman,2021

kompas.com/read/2021/04/28/16561291/mengingat-langkah-gus-dur-selesaikan-konflik-di-papua?page=all

https://kontras.org/2021/04/04/18-tahun-peristiwa-wamena-berdarah-tuntaskan-kasus-dan-hentikan-kekerasan-di-papua/

 

 

 

Marapna

Marapna merupakan sebua media independen yang dibuat untuk kepentingan masyarakat luas dalam jangkauan unformasi, terutaman seputar tanah papua. sekian dari kami, terimakasih dan Tuhan berkati.

.

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama