Belajar
dari "Melody Kota Rusa" Melihat perempuan Papua sebagai Manusia.
"Bagaimana Bapa Dokter Obat barusampe di leher, Celana su sampe Di lutut"
Oleh, Sehend sama.
Melody Kota Rusa adalah film
komersial pertama yang dibuat di kota Merauke, Papua. Dibuat oleh 2 bersaudara
putra kelahiran Muting sebuah desa kecil di daerah perbatasan Indonesia - Papua
Nugini, wilayah Kabupaten Merauke, Iwan memproduseri film ini sedangkan Acho
sebagai sutradaranya.
Acho yang juga lulusan Institut
Kesenian Jakarta jurusan film ini selama ini dalam 15 tahun terakhir, telah
banyak menggarap film televisi, sinetron serta iklan iklan di Jakarta, dan kali
ini ia tertarik untuk kembali ke tanah kelahirannya untuk mengangkatnya ke
dalam sebuah film layar lebar. Sebelumnya, beberapa film pendek yang pernah
dibuatnya di tanah Papua telah masuk dalam beberapa festival film. Itulah yang
membuat semangat mereka untuk melahirkan sebuah karya film panjang yang kali
ini digarap serius. Di bawah bendera ME production milik iwan sang adik.
Karena keduanya lahir di
muting, sebagian isi kisah di film ini adalah refleksi memorial dari kenangan
masa kecil mereka sewaktu di muting dulu. Sehingga, dalam film ini kita akan
melihat ada beberapa tradisi yang saat ini sudah mulai jarang atau bahkan tidak
pernah dimainkan lagi, seperti yosim dan lainnya. Film ini juga memadukan
antara musik dan film. Sehingga diharapkan penonton yang menikmati film ini
dapat menikmati 2 hiburan sekaligus yaitu musik dan film. Musik musik yang
ditampilkan dalam film inipun digarap dan diciptakan khusus untuk keperluan
film ini sehingga tidak akan bisa didapatkan dikaset manapun kecuali di film
ini.
Selain Dari sinopsis film
diatas, ada juga video berdurasi pendek yang sering diperankan oleh Dodi dan
beperapa kawanya untuk menghibur masyarakat Papua. Video-video yang dibuat pun
menyentuh hati dan kadang membuat penontonnya sedih, senang, lucu, bahkan ada
teguran, kemudian banyak masyarakat Papua yang menjadi candu untuk nonton dari
episode ke episode sehingga, banyak masyarakat yang juga download dan selalu
nonton Dimanapun mereka berada.
Tetapi saya tertarik dengan
salah satu teguran, dalam salah satu video pendek yang menceritakan tentang
seorang ibu Hamil. Dia adalah perempuan yang sedang hamil, dan suatu ketika Dia
kembali ke dokter dengan tujuan untuk periksa. Dokter tanya, trus ibu hamil
lagi? Dan ibu itu jawab, " bagaimana bapa dokter obat baru sampe di leher,
Celana su sampe di lutut" kalimat ini mungkin bagi sebagian penonton dan
saya juga sejak lama anggap biasa-biasa saja. Tetapi ketika saya mendengar dan
mendalami apa arti dari perkataan itu, saya sangat terkejut karena ini salah
satu teguran keras untuk laki-laki.
Dan pertanyaan yang sangat
mengganjal dalam sa pu pemikiran adalah, sebenarnya tujuan utama seseorang
menikah atau mengawini perempuan itu apa? Dan itu juga bertolak belakang dengan
apa yang saya ketemu di kampung saya maupun di kota-kota dan hal tersebut
terdoktrin sejak lama. Bahwa seorang laki-laki menikahi perempuan berarti pasti
untuk mempunyai keturunan dan jika perempuan itu tidak punya anak berarti tidak
dianggap sebagai perempuan, karena tidak turunkan keturunan bagi laki-laki itu.
Hal ini dari dulu sudah menjadi doktrin bagi saya dan generasi 90-200.
Kemudian semakin ke sini saya
baca buku dan beperapa artikel-artikel yang berkaitan dengan perempuan misalnya
tentang feminisme dan kesetaraan gender. Lalu setelah saya membaca
tulisan-tulisan itu, ternyata ada perbedaan besar yang saya kemukakan dalam
buku dan artikel. Misalnya dalam buku yang ditulis oleh gembala Socrates Sofyan
Yoman, yang juga menjadi perbincangan hangat itu. Saya menemukan bahwa dari
teologi juga tidak selalu menganggap perempuan sebagai Hawa. Atau seperti yang
kita ketahui bersama bahwa, sebutan perempuan dalam teologi sebagai "
daging dari Adam" sehingga menjadikan perempuan sebagai objek.
Dan setelah saya baca buku
tersebut, ternyata Buku yang berjudul "perempuan bukan budak laki-laki ini
mematahkan istikma-stikama yang sering saya temui dalam lingkungan dimana
tempat saya dibesarkan. Bahwa, apa yang kita pikirkan itu salah. Tugas
Perempuan itu bukan hanya untuk bantu suami, jaga anak, masak, melayani suami.
Dan tugas suami bikin anak banyak supaya tidak ada marga yang hilang, ketika
tidak ada anak laki-laki harus melakukan tindakan kekerasan terhadap istri
supaya harus mendapatkan anak laki-laki. Tanpa mempertimbangkan pertanggung
jawaban untuk anak-anak sebelumnya, lalu memperlantarkan masa depan anak-anak
itu demi kepentingan marga.
Lalu yang lebih disayangkan
adalah anak perempuan, dimana ketika ibu-ibu itu melahirkan anak perempuan,
perempuan dianggap sebagai objek sejak kecil. Lalu anak perempuan yang
seharusnya tumbuh dengan kasih sayang yang setara dengan laki-laki, harus menerima
nasib yang buruk bahwa. Perempuan sejak kecil diharuskan untuk cuci piring,
pakaian, pel rumah dan hal-hal yang tidak menguntungkan lainnya itu menjadi
semua tugas turun temurun bagi anak perempuan sampai dewasa.
Kemudian dalam diskusi saya
bertanya kepada kawan-kawan perempuan terkait hal-hal yang mengganjal dalam
pemikiran itu, dan saya mengemukakan beperapa jawaban. Mereka mengatakan secara
gamblang tentang ketidakadilan yang terjadi dalam kehidupan perempuan itu.
Bahwa, jangan jadikan Mereka sebagai objek untuk memuaskan nafsu, dan yang
selalu bilang iya atau istilahnya suami selalu benar. Bagi mereka anak dan seks
itu bukan implementasi utama. Karena perempuan juga punya hak yang sama dan
setara dengan laki-laki.
Penindasan Perempuan Papua.
Perempuan
Papua kerap kali menerima pandangan dan stikma yang sangat diskriminatif,
doktrin-doktrin lama ditambah lagi dengan doktrin agama yang menjadikan
perempuan sebagai mahluk kelas ll ini adalah salah satu virus yang harus
dihapuskan terutama di Papua. Dan mengubah pola pikir bahwa, perempuan itu
bukan tempat cocok Tamam para gladiator tetapi,perempuan itu manusia yang harus
dirawat untuk merubah suatu bangsa. Karena seratus orang pintar akan lahir dari
satu perempuan yang terdidik. Dan satu perempuan yang terdidik, akan mendidik
satu generasi.
Hal mendasar yang mempengaruhi
dalam pertumbuhan perempuan sala satunya itu, tentang pemahaman laki-laki yang
gagal paham mengenai tujuan menikah. Kebanyakan laki-laki di Papua menganggap
bahwa, setelah menikah harus bikin anak. Jika tidak ada anak laki-laki bikin
anak lagi sampai harus ada anak laki-laki. Kemudian yang lebih sadis itu ketika
mengetahui bahwa istrinya tak bisa berikan anak/Mandul. Ketika mengetahui hal
ini, lupa tentang komitmen awal alias panas-panas tai ayam. Lalu meminta untuk
menikah dengan perempuan lain.
Sementara banyak laki-laki di
luar sana sangat menghormati komitmen tentang pernikahan mereka, sekalipun
mereka ketahui bahwa pasangannya tidak bisa memberikan anak tetapi, mereka
sangat konsisten dalam komitmen. Dan menjaga pasangannya dengan tulus, dan
mereka tidak menguntungkan anak sebagai keharusan. Karena mereka tidak
menomorsatukan anak, atau bagaimana perempuan itu bisa dapat anak, atau
bagaimana harus ada anak, tetapi anak bagi kebanyakan orang diluar sana adalah
hal ke-ll setelah pasangan. Karena anak itu bisa adopsi kapanpun pun dimana
pun. Jadi yang mereka butuhkan adalah keharmonisan rumah tangga. Karena rumah
tangga yang baik selalu diawali dengan saling menghargai dan menerima satu sama
lain. Bukan baik ketika ada maunya.
Penindasan terhadap Perempuan Papua di Era Digital.
ketika saya berdiskusi dengan
kawan-kawan perempuan Papua, banyak yang bertanya tentang bagaimana pandangan
laki-laki Papua terkait dengan penindasan terhadap perempuan Papua selama ini.
Terutama para aktivis yang selalu teriak penindasan, atau yang paham tentang
feminisme dan kesetaraan gender itu. Lalu ada juga yang bertanya, jika kalian
para aktivis Papua telah paham tentang perempuan. Lalu Mengapa kalian yang su
paham tentang hal ini, mala masih menjadi pelaku utama untuk menindas.
Disitu saya sangat kebingungan
untuk menjawab, karena memang sudah ada bukti dan data bahwa para pejuang juga
kerap kali melakukan hal ini dengan mengandalkan teknologi sebagai senjata.
Dimana kawan-kawan perempuan Papua itu dikirimkan gambar kurang bagus, lalu ada
juga yang meneror mereka dengan ancaman-ancaman yang sangat membunuh mental
para perempuan itu, sehingga yang tadinya senang dengan gerakan-gerakan kiri,
menjadi ilfil dan tidak ingin bergabung dengan kawan-kawan aktivis ini, ketika
ada diskusi maupun kegiatan yang berkaitan dengan gerakan kiri.
Sehingga hal ini salah satu
penindasan Psikologis yang terjadi terhadap perempuan Papua melalui gerakan.
Mengatakan diri sebagai aktivis lalu, kata aktivis menjadi tameng untuk
menindas dan bersembunyi. Kalau seperti ini, apa yang kita harapkan dan
banggakan ketika memperjuangkan kebenaran, sementara kebenaran itu kita bungkam
dengan melakukan praktek penindasan. Apapun yang kita bica itu tidak akan ada
artinya, apabila tindakan kita tidak sesuai dengan pembicaraan kita.
Melihat Perempuan sebagai
Manusia.
Ketika kita melihat kembali
tentang perkembangan perempuan di zaman komunal primitif, sejak itu perempuan
tidak dianggap sebagai mahluk yang lemah, tetap perempuan pada saat itu Mereka
bisa bekerja sama dengan kaum laki-laki untuk melakukan pekerjaan apapun.
Sebagimana seharusnya ada di zaman ini juga. Tetapi pertanian membangkitkan
patriaki untuk menindas perempuan. Dimana mengharuskan perempuan itu untuk jaga
anak, duduk dibawah pohon, siapkan makanan untuk suami. Hal ini telah berhasil
menaruh peranan perempuan di posisi kelas dua. Anggap perempuan lemah dan tidak
bisa buat apa-apa, lalu kebiasaan tersebut juga merambat ke generasi saat ini.
Sementara
di lain sisi, ada juga peran perempuan yang tidak pernah kita ketahui. Kita
buta melihat tujuan sang pencipta menciptakan manusia yang bernama perempuan.
Di Balik semua ciptaan pasti ada alasan, sehingga manusia yang bernama
perempuan kita harus melihat dari sisi lain. Misalnya, perempuan-perempuan
kulit yang memberitahukan melalui Film-film, bahwa siapa perempuan yang
sebenarnya dan apa peran perempuan.
Dalam film The Women King
menjelaskan tentang,setiap perempuan dalam memperjuangkan hak hidupnya sebagai
manusia, untuk keluar dari sentimen-sentimen yang merendahkan
perempuan.kemudian dalam film "Hidden Figures" Melalui film ini,
ketiga perempuan tersebut mampu menempati sebagai apresiasi. Membuktikan bahwa
setiap kerja keras akan membuahkan hasil. Wanita berkulit hitam ini membuktikan
mampu bekerja dengan NASA untuk persaingan AS dan Uni Soviet dalam perang
dingin pada abad ke-20.
Film biografi dalam sinopsis
Hidden Figures ini, dapat diambil kesimpulan jika kedudukan perempuan itu sama.
Apalagi perempuan berkulit hitam waktu itu, masih dianggap lebih rendah
daripada kulit putih. Bahkan saking Rasisnya orang kulit putih pada di film
ini, mereka tidak mengizinkan 3 perempuan kulit hitam itu untuk melakukan semua
kegiatan dan jadikan 3 perempuan kulit hitam ini sebagai orang yang tak
bernilai dan orang yang tak bisa menyumbangkan akal pikiran dan tenaga.
Namun ketika ketiga perempuan
kulit hitam ini berhasil mematahkan semua pandangan itu dengan cara logis untuk
menunjukan bahwa perempuan kulit hitam juga bisa merubah bangsa yang besar.
Kesimpulan.
Perempuan adalah guru terbaik
yang akan mendidik satu generasi. Maka, kita harus lawan stikma hari ini
tentang perempuan, yang jadikan perempuan sebagai kaum kelasdua. Dan lupa
bahwa, perempuan itu manusia yang diciptakan oleh sang pencipta dengan maksud
dan tujuannya di dunia ini.
Maka, lebih baik hidup
berdampingan dan menganggap perempuan sebagai manusia. Daripada bicara tentang
feminisme dan kesetaraan gender tetapi buta tentang apa inti dari penindasan
terhadap perempuan.
Karena
perempuan dilahirkan bukan untuk dijadikan objek, kita bersama-sama hilangkan
pandangan yang rendah itu. Dan melihat perempuan sebagai maniusia dan guru yang
akan mempersiapakan dan mendidik suatu generasi
yang maju di masa depan bangsa papua.
Referensi.
*
https://id.wikipedia.org/wiki/Melody_Kota_Rusa
*Asal Usul Penindasan Perempuan.
* Tulisan sehend sama di Dipta Papua November 6, 2022 (Hidden Figures adalah film drama biografi
Amerika Serikat tahun 2016 yang disutradarai oleh Theodore Melfi dan
diproduseri oleh Donna Gigliotti, Peter Chernin, Jenno Topping, Pharrell
Williams dan Theodore Melfi)
* “The Woman King” Tulisan Sehend Sama di Lao-Lao Papua Nvember 25,2022
melakukan pemutaran perdana dunianya di Festival Film Internasional Toronto
pada 9 September 2022, dan Sony Pictures merilis film tersebut di bioskop
Indonesia mulai dari, 5 Oktober 2022.
*Perempuan bukan Budak Laki-Laki
(Dr. Socratez Yoman).
Tulisan yang sangat beredukasi tentang feminisme.🥰😇
BalasHapus